Pages

Labels

Senin, 11 Maret 2013

Review Jurnal Internasional


Subversive Semiotics and Ironic Anchorage On Vrye
Weekblad Covers: A Visual Analysis
Leandra Koenig-Visagie

Abstrak

Umumnya, kepatuhan pers Afrika pada era aparteid diakui dalam ranah politik dan ideologi aparteid. Artikel ini meneliti surat kabar Vrye Weekblad sebagai pengecualian pers yang menentang kondisi masa itu. Tulisan ini dibuat dengan memilih empat sampul depan Vrye Weekblad, untuk menggambarkan kecenderungan subversif dan anti aparteid. Analisis ini menunjukkan kecenderungan subversif yang tersirat melalui sampul dan merupakan bentuk serangan terbuka terhadap norma-norma dan nilai-nilai partai nasional yang berkuasa, terutama dalam membentengi nasionalisme aparteid Afrikaner (keturunan bangsa Belanda yang tinggal di Afrika Selatan), seperti mereformasi kepercayaan Kristen tradisional, mereformasi simbol-simbol dalam patriotisme Afrikaner, mereformasi konsep kemurnian ras dan keunggulan etnis putih. Mitos hadir pada sampul tersebut, selain berfungsi untuk melemahkan ideologi dominan, juga naturalisasi ideologi Vrye Weekblad sendiri, dengan menciptakan mitos alternatif disposisi kritis terhadap pemerintah partai nasional. Pengkodean subversif  mencakup ketegangan ironis di anchorage (penjangkaran) antara konotasi konvensional terkait dengan gambar sampul dan teks yang menyertainya, yang merusak makna dominan gambar.  Artikel ini berusaha berkontribusi untuk teorisasi dalam penjangkaran ironis sebagai modus enkodifikasi konteks yang lebih luas dari mitos praktek representasional. Penulis mengemukakan bahwa sebagai sampul  yang diterbitkan Vrye Weekblad di bawah situasi tidak menentu sama seperti yang dialami saat ini dengan Afrika Kongres Nasional (ANC) yang menjulang perlindungan dari Bill Informasi dan Pengadilan Banding Media, orang mungkin melihat kesamaan  subversi melalui penjangkaran ironis di media kontemporer Afrika Selatan.

PERMASALAHAN
Permasalahan yang diangkat dalam artikel ini berawal dari penerapan kebijakan politik apartheid pasca peperangan yang mempersatukan wilayah Afrika Selatan dalam satu Uni Afrika Selatan. Adalah presiden Hendrik Verwoed yang berhasil membuat kebijakan tersebut untuk memisahkan mayoritas orang kulit putih dan mayoritas kulit hitam yang justru menimbulkan diskriminasi antara keduanya. Meski sebelum politik Apartheid belum diterapkan secara resmi, gejala-gejala pemisahan ras sudah muncul, di antarannya :

1. Native Land Act (Undang-undang Pertanahan Pribumi) tahun 1913 yang melarang kulit hitam membeli tanah di luar daerah yang sudah disediakan bagi mereka.
2. Undang-undang Imoraitas tahun 1927 yang melarang terjadinya perkawinan campuran antara kulit putih dengan kulit hitam atau kulit berwarna lainnya.

Kebijakan ini semakin kuat pasca pemerintahan presiden Verwoed yang digantikan oleh Pieter Botha pada tahun 1976. Botha memperlebar diskriminasi antara kedua ras tersebut dengan mengumumkan sistem homeland-homeland yang dibentuk dengan maksud menjadi negara bagian yang otonom. Agenda tersembunyi dari kebijakan tersebut untuk mengadakan pemisah pembangunan daerah-daerah pemukiman yang menyebabkan terjadinya perpecahan persatuan dan kesatuan Afrika Selatan, sekaligus untuk mengamankan pemerintahan minoritas bangsa kulit putih di daerah itu.
Selain itu, kebijakan ini juga turut mempengaruhi media massa untuk menjaga dan melestarikan ideologi dan politik apartheid pemerintah partai nasional di Afrika Selatan. Afrikaans setia membantu partai nasional untuk memerintah dengan cara memilih itu, terlepas dari opini dunia (ibid: 405). Di tengah menjamurnya media mainstream yang setia kepada dominasi ideologi dan politik apartheid selama era 1948-1994 di Afrika Selatan, muncul surat kabar ekstrim yang menentang pemerintahan Afrika Selatan.
Terkait hal tersebut, artikel ini meneliti kehadiran outlier (asing) terkait fenomena surat kabar yang pro-pemerintahan. Surat kabar tersebut terbit mingguan dan diberi nama Vrye Weekblad. Vrye Weekblad didirikan selama masa represi media dan interfensi yang serius di Afrika Selatan (Claassen 2000: 404).  Menurut Claassen: "Untuk pertama kalinya suara pembangkang Afrikaans mulai muncul dalam pers Afrikaans. Dimana, empat sampul depan Vrye Weekblad, menggambarkan kecenderungan subversif dan anti apartheid yang secara terbuka menentang negara, agama, nasionalisme Afrikaner, simbol patriotisme dan konsep kemurnian ras dan keunggulan etnis putih Afrikaner.
Tomaselli dan Louw (1991: 6) percaya Vrye Weekblad telah menjadi bagian dari pers demokrasi sosial saat itu, yang mana karakteristiknya : sangat berbeda dari pers mainstream, terutama dalam hal konten, untuk mencari kemerdekaan dari kontrol kapitalis media, tetap indenpenden dari organisasi politik tertentu, tetapi secara umum cenderung mendukung demokrasi, dan memiliki fokus yang kuat pada praktek jurnalistik obyektif, seperti adanya cross check fakta, benar-benar meneliti dan menerbitkan artikel disertai pendapat yang cenderung oposisi (Tomaselli & Louw 1991: 12).
Teori postkolonial dari Patrick Childs dan Patrick Williams (1997: 7) yang menyatakan, bahwa ketahanan terhadap kekuasaan kolonial menampilkan ketegangan tertentu. Titik ini sebagai permulaan dalam menyelidiki artikel Vrye Weekblad yang memiliki sentimen subversif terhadap aparteid pemenrintah Partai Nasional, melalui alternatif hegemoni naturalisasi anti-nasionalis Afrikaner, anti-partai nasional dan anti-apartheid pada konten sampul depan Vrye Weekblad. Singkatnya, Vrye Weekblad tumbuh dari kekecewaan yang besar dari publik dan media, dengan pemerintah partai nasional pada 1980-an. Selain itu, ada kekhawatiran di sisi pendiri Vrye Weekblad tentang tingkat akurasi dari informasi yang diberikan Afrikaner kepada masyarakat Afrikaans. Para pendiri juga percaya bahwa praktek pers Afrikaans merupakan stereotip putih Afrikaner sebagai pengikut mindless ideologi partai nasional.
Atas dasar tersebut, artikel ini mengajukan permasalahan bagaimana sentimen subversif dan kecenderungan merusak ideologi dominan pada masa itu yang digambarkan melalui konten dalam empat sampul depan Vrye Weekblad, serta jenis ideologi apa yang merusak dan yang terakhir bagaimana mekanisme subversi-subversi yang ditampilkan secara semiotik. Dimana melalui studi ini peneliti berusaha mengungkapkan bagaimana visual yang dapat digunakan sebagai alat untuk oposisi.

TUJUAN PENELITIAN
Secara garis besar, tujuan artikel ini adalah untuk mendeskripsikan munculnya Vrye Weekblad sebagai hasil dari kekecewaan intervensi pemerintah yang menetapkan kebijakan pemicu diskriminasi dan menciptakan terancamnya persatuan dan kesatuan di Afrika Selatan. Artikel ini membuat penyelidikan terhadap empat sampul subversif Vrye Weekblad untuk mengetahui jenis ideologi yang mampu merusak ideologi dominan anti apartheid, partai nasional pemerintah dan untuk mengungkapkan mekanisme subversi-subversi yang tersirat di dalam konten sampul depan Vrye Weekblad melalui semiotik.
Penelitian ini disajikan untuk berkontribusi pada wacana postkolonial, karena memberikan kasus yang menarik dalam sejarah postkolonial di mana kolonisasi kelompok dominan (ras kulit hitam) berbicara untuk menentang penjajahan sendiri dari kelompok lain. Wacana postkolonial berosilasi, terutama antara topik berikut: penindasan, eksploitasi dan penyalahgunaan kelompok yang tertindas oleh kekuatan kolonial, dan reaksi kelompok tertindas terhadap kekuatan yang mendominasi, apakah dalam bentuk ketundukan, apropriasi atau kontestasi.
Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk membantu teorisasi dari pembangkang, alternatif suara Afrikaans selama era apartheid. Teorisasi alternatif pers Afrikaans di bawah tekanan apartheid adalah penting, dimana sebagai surat kabar (umumnya) Afrikaans telah diyakini berfungsi sebagai corong ideologi apartheid partai nasional, dan karena literatur tentang publikasi alternatif Afrikaans selama era ini langka. Isu pers di bawah tekanan apartheid telah mengambil banyak perhatian peneliti, terutama Richard Pollak (1981), William A. Hachten dan C. Anthony Giffard (1984) dan James Sanders (2000). Beberapa dari perhatian ilmiah ini secara khusus diarahkan pada alternatif atau resistensi pers di bawah tekanan apartheid, seperti Keyan Tomaselli dan P. Eric Louw (1991), Harvey Tyson (1993), Gordon Jackson (1993), Les Switzer (1997), Les Switzer dan Mohamed Adhikari (2000), dan Nicholas Evans dan Monica Seeber (2000). Semua yang disebutkan di atas, kecuali Switzer (1997), adalah seputar diskusi mengenai pers alternatif di bawah tekanan apartheid termasuk referensi kepada pers alternatif Afrikaans.

STATE OF THE ART
Vrye Weekblad, bukan hanya koran Afrikaans yang berpandangan sesuai pada masanya, dan dalam bidang tertentu kesempatan untuk penelitian lebih lanjut semacam ini sudah mapan. Dalam pembuatan artikel ini, sangat minim informasi terkait topik yang tersedia. Hal ini juga yang menekankan penelitian ini berfokus untuk menggambarkan suara subversif dan penjangkaran ironis sebagai alternatif Afrikaans dan pembangkang-pembangkangan dalam pers di era apartheid, yang tersirat melalui budaya visual dan perspektif semiotik. Studi ini menunjukkan bagaimana visual dapat digunakan sebagai alat untuk oposisi.

TINJAUAN TEORITIS
Teori Substantif
Teori postkolonial dari Patrick Childs dan Patrick Williams (1997: 7) menyatakan bahwa ketahanan terhadap kekuasaan kolonial menampilkan ketegangan tertentu. Wacana postkolonial berosilasi terutama antara topik berikut: penindasan, eksploitasi dan penyalahgunaan kelompok yang tertindas oleh kekuatan kolonial, dan reaksi kelompok tertindas terhadap kekuatan yang mendominasi, apakah dalam bentuk ketundukan, apropriasi atau kontestasi.
Teori Analisis Wacana
Untuk analisis semiotik visual, teori yang digunakan adalah semiotik tradisional Barthes dan Pierce, karena memiliki potensi untuk mengungkap mitos dan ideologi dalam teks-teks budaya. Pendekatan ini dapat diaplikasikan untuk studi ini, yang berusaha menggambarkan fungsi subversi politik dan ideologi dalam teks-teks visual. Penyelidikan dalam mitos sosial dan ideologi hadir dalam teks visual karena ini merupakan titik analisis.
Selanjutnya konsep Roland Barthes (1972) mengenai naturalisasi mitos dan pembentukkan ideologi yang digunakan khusus dalam analisis kritis. Dalam studi ini, ide Barthes ​​(1977: 38) tentang anchorage juga diterapkan, yang mana menggambarkan bagaimana anchors teks menyertai gambarnya. Anchorage digunakan di media karena sifat polysemic tanda-tanda. Dari perspektif pengkodean, tanpa teks, linguistiknya akan sulit untuk mendikte arti spesifik yang dimaksud dari suatu gambar. Menurut Barthes, fungsi pesan linguistik untuk membatasi proliferasi konotasi gambar dan, karena itu, teks mengarahkan pembaca melalui yang ditandakan dari suatu gambar yang akhirnya sebagian dihindari dan sebagian lagi diterima. Fungsi anchoring dalam teks linguistik bertindak sebagai kontrol atas makna gambar dan pemahaman pembaca. Keberhasilan Vrye Weekblad dalam membangun makna alternatif yang bertentangan dengan ideologi dominan saat ini dijelaskan dalam hal anchorage ironis, modus ekodifikasi dalam mitos praktek representasional.

METODE PENELITIAN
Dalam rangka menggambarkan keselarasan subversi dan kecenderungan anti-aparteid pada sampul Vrye Weekblad, penelitian kualitatif dilakukan dengan strategi penelitian analisis semiotika visual dan kritis terhadap empat sampul depan Vrye Weekblad sebagai objek penelitiannya. Empat sampul terpilih untuk didiskusikan pada artikel ini karena sikap subversif keempatnya, rinciannya akan dibahas kemudian. Penelitian ini menggunakan purposif sampel dengan standar subversif pada nilai nominalnya, dalam rangka untuk menggambarkan subversi dan fungsinya.
Sehubungan dengan temuan yang akan dibahas pada bagian berikutnya, kerangka konseptual yang singkat diusulkan untuk mengidentifikasi, menganalisis, menafsirkan dan bahkan mungkin membangun subversi politik atau ideologi melalui penciptaan visual mitos alternatif baru dalam bentuk teorisasi dari penjangkaran ironis pada  tiga dari empat kasus sampul, yakni pada 31 Agustus 1990, 21-27 August 1992 dan 28 Agustus-3 September 1992.

TEMUAN PENELITIAN
Menurut Don Pinnock (1991: 148), "[j] ournalist menemukan diri mereka terjebak di antara manajemen pergerakan surat kabar (dan digerakan oleh Negara) yang tepat, dan kejadian sehari-hari di sekitar mereka tertinggal. Selanjutnya, menurut Berger (2000: 82), "bahkan orang-orang yang melihat diri mereka sebagai wartawan mencari kebenaran yang sederhana ... condong jauh dari mainstream. Afrika Selatan kemudian melihat munculnya banyak alternatif publikasi Afrikaans, seperti Vrye Weekblad, Die Suid-Afrikaan, Saamstaan​​, Veg, Die Afrikaner, Patriot, Die Stem, Boerant dan Ster, yang semua tentu tidak anti-apartheid (Claassen 2000: 406).
Dalam hal ini, Vrye Weekblad dibangun dan dinaturalisasi oleh sebuah ideologi alternatif ketimbang ideologi dominan yang dimiliki oleh pemerintah partai nasional yang menindas kelompok ras kulit hitam, karena sebagian besar staf surat kabar itu berkulit putih dan/atau berbahasa Afrika. Selanjutnya, temuan penelitian akan membahas secara mendalam tiga dari empat sampul depan Vrye Weekblad karena mencakup studi kasus yang signifikan sehubungan dengan konstruksi mitos dan praktik ideologi, kenyataan bahwa sampul tersebut diproduksi pada tahun 1990 dan 1992, di tengah-tengah perubahan ideologi dan transformasi besar di Afrika Selatan. Meski demikian, akan dideskripsikan secara singkat mengenai sampul perdana Vrye Weekblad.  Sampul perdana merupakan taktik provokatif Vrye Weekblad yang dengan berani menyatakan: ‘Mandela, ‘n nuwe era’ (Mandela, sebuah era baru) (Vyre Weekblad 1988:1). Sampul depan perdana Vrye Weekblad berupa foto dari pemimpin Partai Komunis, Joe Slovo (ibid.), meskipun pemerintah melarang representasi aktivis pada saat itu.
Figure 1. Sampul Vrye Weekblad tertanggal 24-30 Juli 1992 adalah apropriasi dari lukisan surealis, misteri dan melankolis dari sebuah jalan, oleh Georgio de Chirico. Vrye Weekblad aktif menulis tentang seni di Afrika Selatan, dan dalam banyak kasus menggunakan karya seni terkenal di sampul depannya.
Perampasan karya seni ini tidak serta merta dimaksudkan agar menjadi seperti itu, tetapi bisa dibaca sebagai tingkat keselarasan dengan avant-garde, karena beberapa karya seni disesuaikan dengan avant-garde yang berasal dari Eropa. Meskipun tidak keras dan cepat, anchorage ironis dibangun di sampul ini, sebagaimana kasus pada tiga sampul depan lain dalam studi ini, anchorage ironis meliputi diskusi sebagaimana yang ditampilkan dalam pernyataan Vrye Weekblad pada dirinya sebagai kehadiran alternatif dalam istilah mitis. Vrye Weekblad mengambil keputusan secara sadar, lahir dari kekecewaan dan kecurigaan, untuk menentang dan menumbangkan pemerintah partai nasional beserta ideologinya. Lukisan surealis sebagai tanda yang diambil dan digunakan untuk penanda konsep yang ditandakan, yaitu politik dan sosial baru terkait dengan avant-garde Eropa.
Vrye Weekblad menciptakan mitos paper  itu sendiri yang memiliki sifat avant-garde. Ini sejalan dengan avant garde, dalam hal membaca yang ditawarkan dalam artikel ini, memiliki dua implikasi yang mungkin untuk surat kabar: pertama, Doa Vrye Weekblad tentang avant-garde dapat meminjamkan konotasi tertentu biasanya berhubungan dengan avant-garde, seperti modernisme, kemajuan dan inovasi artistik. Kedua, paper mengacu pada avant-garde dapat menyiratkan asosiasi kecenderungan sosial dan politik tertentu dari avant-garde, seperti mempertanyakan norma dan tradisi dan berada di garis depan dalam perkembangan sosial. Pada tingkat ideologis, penggunaan Vrye Weekblad tentang lukisan avant-garde berpotensi sejalan dengan kecenderungan dari gerakan subversif politik dan sosial. Pembenahan avant-gardism Vrye Weekblad ini yang menegaskan progresif paper sebagai identitas.
Selain itu, referensi sampul periode ini juga bisa dipandang agak subversif. Penyakit mental dan mencari bantuan psikologis adalah subyek tabu dalam lingkaran konservatif Afrikaner. Vrye Weekblad memiliki keberanian untuk menampilkan topik sebagai judul utamanya. Ada satu yang bisa menyimpulkan denaturalising (mengungkapkan dasar fenomena sosial kode yang diambil untuk diberikan sebagai 'alami') dari keyakinan dominan budaya Afrikaner. Sampul ini juga menunjukkan beberapa taktik subversif lainnya.
Judul: 'JANI ALLAN: caught between  a rock and hard on (terjebak antara batu dan tempat keras). Ini pun sangat efektif dimana urusan ini kemudian diduga terjadi antara mantan model dan kolumnis mingguan Times, Jani Allan, dan Eugène Terre'Blanche, pemimpin Afrikaner Weerstandsbeweging [Gerakan Perlawanan Afrikaaner]. Headline lain, seperti:. UMLAZI: goalposts of natal’s killing fields’ (tiang gawang natal yang membunuh) dan FW: die vlieg in succola se salf’ [FW: terbang dalam salep succola] menunjukkan bagaimana Vrye Weekblad menampilkan ketidakpedulian terhadap konvensi ejaan, terutama dalam hal kapitalisasi, baik sebagai 'natal' dan 'succola' di sini dalam huruf kecil. Hal ini dapat dilihat sebagai sebuah ilustrasi tentang bagaimana pertanyaan normatif Vrye Weekblad dalam nilai bahasa. Makalah ini juga ditetapkan kurang formal dan versi yang lebih sehari-hari dari bahasa Afrikaans (Claassen 2000: 423), headline ini adalah contoh resolusi. Judul 'FW: die vlieg in succola se salf’  juga merupakan subversif halus yang licik dengan mengibaratkan presiden negara FW de Klerk sebagai seekor lalat. Sampul mempertanyakan nilai normatif dalam bentuk konvensi bahasa dan menghormati para pemimpin politik dinaturalisasi dalam kampanye anti-apartheid. Subversi Vrye Weekblad tentang kode normatif linguistik dapat diinterpretasikan, dalam konteks semiotika, sebagai gejala dari pertanyaan  yang lebih besar dengan menerima nilai-nilai normatif dalam masyarakat apartheid yang diatur partai nasional. Selanjutnya akan dibahas tiga sampul depan Vrye Weekblad  yang dianalisis dari perspektif semiotika dan kritis.

Tiga Sampul Depan Vyre Weekblad
Tiga sampul depan Vrye Weekblad dipilih  karena mencakup studi kasus yang signifikan sehubungan dengan konstruksi mitos dan praktik ideologi, kenyataan bahwa sampul tersebut diproduksi pada tahun 1990 dan 1992, di tengah-tengah perubahan ideologi dan transformasi besar di Afrika Selatan.

Siapakah Jesus Itu???
Figure 2. Di sampul depan Weekblad Vrye 31 Agustus 1990, Katolik Roma bergaya figur Yesus muncul dikelilingi oleh berbagai berita utama. Representasi spesifik di sini disebut sebagai gaya Katolik Afrikaans yang direformasi gereja-gereja di Afrika Selatan ditaati untuk doktrinal Potestan dan keyakinan teologis bahwa figur Kristus tidak dapat diwakili dalam bentuk apapun (dari Keluaran 20 dalam Alkitab). Ini semacam representasi visual dari figur Kristus yang merupakan kejadian inheren Katolik dalam konteks ini. Di antara headline yang  menyertai figur Yesus, yang paling mencolok sebagai potensi subversif adalah: Jesus – Messias, profeet of humanis? [Jesus – Messiah, prophet or humanist?]. '[Yesus - Mesias, nabi atau humanis?].
Pada sampul bagian depan Vrye Weekblad ditemukan ada ketegangan dalam arti konotatif antara gambar dan penjangkaran teks, yang menghasilkan sebuah ironis dan perampasan subversif baik gambar dan teks. Pada bagian sampul ada ketegangan tertentu sebagai seorang Katolik tradisional representasi Yesus adalah anchored oleh sebuah pertanyaan yang menantang statusnya dalam sejarah dan masyarakat. Dari sudut pandang agama tradisional, Yesus diyakini sebagai Mesias, dan headline ini yang mempertanyakan statusnya dan merujuknya sebagai seorang nabi atau humanis yang mungkin menyinggung (terutama) golongan ortodoks, pembaca sampul ini. Menambahkan pelanggaran lainnya, yakni kenyataan bahwa figur Kristus diwakili. Sekedar representasi sosok Kristus serta pertanyaan simultan mengenai statusnya, sehingga menantang Protestan dan Afrikaner setelah reformasi teologi. Vrye Weekblad membuat subversif tegas, untuk mengambil langkah menyerang kepercayaan Kristen dalam konteks publikasi pada sampul ini, bisa dibilang, untuk menyerang nasionalisme Afrikaner.
Stella Viljoen dan Louise Viljoen (2005:100) menjelaskan bagaimana penggabungan antara agama dan nasionalisme terjadi dalam kasus nasionalisme Afrikaner. Dalam ideologi nasionalisme Afrikaner, terutama selama masa ini, melayani Allah (Tuhan) dikonsepkan oleh gereja-gereja Afrikaner yang direformasi, yakni identik dengan melayani volk (bangsa) Afrikaner. Karena Vrye Weekblad disini mempertanyakan reformasi kepercayaan Kristen tradisional yang juga merusak keyakinan Kristen dengan ideologi nasionalisme Afrikaner yang didukung oleh pemerintah partai nasional, sehingga menghancurkan keyakinan Kristen dengan memproklamirkan diri sebagai otoritas agama (bdk. Giliomee 2003: 461-464).
Penggunaan sampul sosok Yesus, akhirnya mempertanyakan dasar-dasar moral Kristen yang diadakan pemerintah partai nasional. Tanda dalam gaya Katolik Roma dalam figur  Yesus menjadi penanda untuk mitos keyakinan hegemoni yang dominan dari agama tradisional untuk tujuan mitos baru melalui pemaparan ketidakadilan politik. Makna mitos dominan dirusak dan digerogoti oleh teks  penjangkaran ironis: Jesus – Messias, profeet of humanis?, sehingga membangun mitos alternatif baru bahwa hegemoni agama tradisional tidak bisa dipercaya dan harus dipertanyakan. Mitos baru ini berfungsi untuk ideologi alternatif dalam konteks agenda anti-apartheid Vrye Weekblad. Sehingga sampul ini berfungsi untuk membuat pesan alternatif yang dibangun dari mempertanyakan keyakinan Kristen dan partai nasional melalui potensi naturalisasi mitos, sebagai pendapat Barthes (1972: 140).

Exposed: Simbol Kekuasaan Putih
Pada sampul tertanggal 21-27 Agustus 1992, bendera petani Afrika Selatan, terkenal dengan tiga warna (as die driekleur), adalah anchored oleh headline : pertanyaan headline dengan derajat Afrikaner berupa simbol-simbol patriotik yang sebenarnya merupakan tanda-tanda kekuasaan kulit putih. Dalam artikel ini mendukung headline lagu lama Afrika Selatan, Die Stem (Suara), dan lagu nasionalisme Afrikaner lainnya yang juga di bawah pengawasan (Vrye Weekblad 1992b: 9-10).
Ada ketegangan antara judul provokatif, 'simbole van patriotisme, of van wit mag? (Simbol patriotisme, atau kekuasaan kulit putih?) dan gambaran dari bekas bendera Afrika Selatan, yang pernah diterbitkan media mainstream. Pada sampul ini ditemukan banyak subversif terbuka yang dominan dari ideologi partai nasional Afrikaner. Sampul secara langsung menyatakan bahwa simbol patriotisme Afrikaner sebenarnya simbol kekuasaan putih dan dominasi. Melalui taktik ini, Vrye Weekblad secara terbuka mengekspos kerja-kerja hegemonik pada ideologi dan tindakan itu adalah tindakan menentang. Triwarna tersebut dianggap sebagai simbol terpisahkan yang mewakili orang Afrikaner.  Ikon bendera diadopsi pada 1928, beberapa waktu setelah itu  sebelum terpisah baik koloni Natal, the Cape, Transvaal and the Orange Free State datang bersama-sama pada tahun 1910 untuk membentuk Uni Afrika Selatan di bawah kekuasaan Inggris. Suatu peristiwa yang disahkan oleh otoritas orang kulit putih untuk Afrika selatan. Dengan mewakili bendera old Transvaal dan Orange Free State, referensi dari tiga warna Afrikaner yang paling menonjol dengan naratif besar.
Vrye Weekblad mampu menginterpretasikan bahwa tanda (gambar bendera lama Afrika Selatan) merupakan tindakan sebagai roda yang ditandakan patriotisme dan nasionalisme dalam konsep mitos dominan. Tanda ini dirampas dari makna aslinya yang dominan dan membuat sebuah penanda pada tingkat mistos yang baru.  Mitos dominan disini terbuka dan digerogoti oleh teks penjangkaran ironis dan 'simbole van patriotisme, of van wit mag?' (Simbol patriotisme, atau kekuasaan kulit putih?), sehingga alternatif mitos yang dihasilkan, yakni patriotisme dan nasionalisme merupakan hegemonik Afrikaner yang dianggap sebagai rasis. Naturalisasi Vrye Weekblad dalam hal ini menciptakan ideologi alternatif kritis terhadap nasionalisme Afrikaner, dan dari sana juga dapat disimpulkan ideologi partai nasional.
Seperti halnya sampul pada 24-30 Juli 1992, dengan lukisan De Chirico, Vrye Weekblad juga mengabaikan konvensi bahasa normatif dengan tidak mengikuti konvensi kapitalisasi. Satu judul, 'nou vir vroue-dominees' [now for female ministers] [sekarang untuk menteri perempuan], yang mengacu pada masalah yang agak sensitif dalam pembentukan agama Afrikaner, yaitu penahbisan pendeta perempuan, yang sampai hari ini tetap menjadi isu yang sangat kontroversial dalam lanskap keagamaan Afrika Selatan. Sekali lagi, Vrye Weekblad mempertanyakan status quo atau ideologi dengan merubah makna simbolis tradisional dari bendera lama Afrika Selatan sebagai ikon nasionalisme Afrikaner dan rezim apartheid. Sekaligus berpartisipasi dalam perdebatan yang masih kontroversial tentang apakah wanita diperbolehkan untuk melayani sebagai menteri dalam gereja.

Hitam Adalah Hitam Dan Putih Adalah Putih ... Benarkah?
Figur 4. Sampul Weekblad Vrye pada 28 Agustus - 3 September 1992 dibaca sebagai subversif terbuka atas komponen ras dan etnis ideologi apartheid partai nasional. Gambar sampul mengandung mitos kolonial dominan dimana interaksi tampaknya harmonis antara pemukim putih dan hitam (disebut) 'pribumi'. Gambar di sampul ini, disertai judul : wit velle in afrika : setlaars of wit afrikane?’ [white skins in Africa: settlers or white Africans?] [Kulit putih di Afrika: pemukim atau Afrika putih?]. Judul ini menyiratkan pertanyaan tentang etnisitas dan kemurnian ras dari orang kulit putih di Afrika.
Mengacu pada orang kulit putih di Afrika sebagai 'afrikane wit' (Afrika putih) asosiasi langsung Vrye Weekblad dengan semua Afrika lainnya (baca kulit hitam Afrika) bukan asosiasi yang dominan (Hall 1980) dengan keturunan putih Eropa. Salah satu artikel yang mewakili headline dalam surat kabar yakni pertanyaan apakah dalam menghadapi perkawinan ras yang begitu banyak di Afrika Selatan, menjadi gagasan tentang ras kulit putih murni yang benar-benar masih asli dan layak (Vrye Weekblad 1992c: 10).
Melalui sampul ini Vrye Weekblad berusaha untuk menunjukkan dan menumbangkan beberapa posisi utama apartheid dan ideologi kolonial berdasarkan: ide kemurnian ras, karena itu menjadi supremasi orang kulit putih yang diterjemahkan sebagai keunggulan atas orang kulit hitam (cf. Giliomee 2003). Sekali lagi, penerbitan subversi rasis dan ideologi ini berkontribusi terhadap naturalisasi sikap kritis.
Oleh karena itu, Vrye Weekblad menciptakan mitos di sampul ini. Gambar dari lanskap, dengan orang-orang hitam dan putih berinteraksi secara harmonis, bertindak sebagai penanda untuk kebajikan kolonialisme. Gambar mewujudkan mitos dominan kolonialisme, diambil dan penjangkaran ironisnya berlabuh dengan judul: wit velle in afrika : setlaars of wit afrikane?’ [white skins in Africa: settlers or white Africans?] [Kulit putih di Afrika: pemukim atau Afrika putih?]. Mitos alternatif yang dibangun: orang kulit putih di Afrika tidak bisa lagi dilihat sebagai superior terhadap rekan-rekan mereka hitam. Ideologi alternatif Vrye Weekblad ini mempertanyakan keyakinan budaya rasis dan ideologi apartheid partai nasional dalam kemurnian etnis putih dan superioritas.  
Vrye Weekblad terlibat dalam wacana representasi alternatif atau wacana dari 'etnis baru' yang disebut Hall (1996: 441) sebagai konsep koin. Menurut Hall (ibid: 446), "[t] politik representasi baru juga menetapkan gerak sebuah kontestasi ideologi istilah, "Etnis" ... seperti konsepsi baru etnis ... dengan menekan perbedaan. Naturalisasi Vrye Weekblad atas konsep komunitas dengan membayangkan heterogen baru. Benediktus Anderson (1983: 6) mengungkapkan istiah itu terdiri dari orang-orang berbagai etnis dan campuran. Implikasi komunitas imajiner baru mengarah pada multi budaya yang nantinya akan menjadi pusat baru Selatan Afrika (dalam hal ini melihat Distiller [2008]).
Gambar sampul Vrye Weekblad dibuat dengan penjangkaran teks ironis dan subversif terhadap pemerintah partai nasional dan konsep dari nasionalisme Afrikaner, seperti agama, etnis dan kemurnian ras, serta simbol-simbol patriotik volk (bangsa) Afrikaner​​. Hal ini mengakui bahwa Vrye Weekblad berfungsi untuk membangun alternatif dan menyebarkan sebuah ideologi baru sebagai sikap kritis terhadap norma-norma yang diterima dalam bentuk apapun, terutama dari partai nasional yang berkuasa.

Ironic Anchorage Sebagai Mode Of Encodification: Image Versus Teks

Vrye Weekblad merupakan bentuk naturalisasi anti apartheid dan anti partai nasional, melalui penciptaan mitos sendiri yang tersirat pada sampul 31 Agustus 1990 (Figur 2). Vrye Weekblad menantang keyakinan agama tradisional, yang berhubungan erat dengan nasionalisme Afrikaner, dan yang digunakan partai nasional dalam ideologi apartheid. Pada sampul 21-27 Agustus 1992 (Figur 3), Vrye Weekblad dengan terbuka menantang simbol patriotisme Afrikaner sebagai simbol dominasi warna putih. Selanjutnya ketergantungan ideologi apartheid pada konsep kemurnian ras dan keunggulan kulit putih ditantang pada sampul 28 Agustus-3 September 1992 (Figur 4).
Vrye Weekblad menetapkan agenda terhadap pers mainstream Afrikaans mainstream, yang sebagian besar bertindak sebagai penyambung lidah ideologi partai nasional. Vrye Weekblad memfasilitasi pembentukan sebuah ideologi alternatif yang berkorelasi dengan (1995: 8) pernyataan Hall bahwa 'lingkup utama dari operasi media produksi dan transformasi ideologi'. Vrye Weekblad bekerja menuju subversi ideologi apartheid partai nasional dan produksi ideologi alternatif, karena berani mencontohkan kekuatan media dalam sebuah proyek anti-kolonial.
Berfokus pada teori Barthes '​(1972 dan 1977) tentang mitos dan anchorage telah ditemukan dalam sampul Vrye Weekblad. Dicapai melalui subversi politik dengan membangun mitos alternatif dan dengan menciptakan ketegangan ironis antara gambar dan penjangkaran teks yang  menyertai gambar-gambar pada tiga sampulnya. Tiga sampul tersebut, pada 31 Agustus 1990, 21-27 Agustus 1992 dan 28 Agustus - 3 September 1992, dimana pembaca menemukan asosiasi kuat antara gambar dengan ideologi dominan (the Jesus-figure, the old South flag and a ‘utopia’ colonial scene) yang dirusak oleh  konteks berita dan menumbangkan mitos dominan dalam perwujudan gambar-gambar.

Kesimpulan
Kesimpulan utama dari penelitian ini adalah, melalui analisis semiotik, Vrye Weekblad menunjukkan kecenderungan subversif terhadap ideologi apartheid partai nasional melalui mitos alternatif yang dibangun dengan mekanisme encoding subversif semiotik dari penjangkaran ironis. Anchorage ironis dibuat dengan merubah gambar yang mewujudkan ideologi dominan dengan penjangkaran teks yang ironisnya merusak mitos dominan dan ekstensi ideologi hegemonik.

0 komentar:

Posting Komentar

 

WARNING!!!

PLEASE DON'T DO PLAGIARISM CAUSE IT'S NO INDONESIAN!!!