Subversive
Semiotics and Ironic Anchorage On Vrye
Weekblad Covers:
A Visual Analysis
Leandra
Koenig-Visagie
Abstrak
Umumnya, kepatuhan pers Afrika pada era aparteid diakui dalam ranah politik dan ideologi aparteid.
Artikel ini meneliti surat
kabar Vrye Weekblad sebagai pengecualian pers yang menentang kondisi masa itu. Tulisan ini dibuat dengan memilih
empat sampul depan Vrye Weekblad, untuk menggambarkan kecenderungan subversif
dan anti aparteid. Analisis ini menunjukkan kecenderungan subversif yang
tersirat melalui sampul dan merupakan bentuk serangan terbuka terhadap
norma-norma dan nilai-nilai partai nasional yang berkuasa, terutama dalam
membentengi nasionalisme aparteid Afrikaner (keturunan bangsa Belanda yang
tinggal di Afrika Selatan), seperti mereformasi kepercayaan Kristen
tradisional, mereformasi simbol-simbol dalam patriotisme Afrikaner, mereformasi
konsep kemurnian ras dan keunggulan etnis putih. Mitos hadir pada sampul
tersebut, selain berfungsi untuk melemahkan ideologi dominan, juga naturalisasi ideologi Vrye Weekblad sendiri, dengan menciptakan mitos alternatif disposisi kritis terhadap pemerintah partai nasional. Pengkodean subversif mencakup ketegangan ironis di anchorage
(penjangkaran) antara konotasi konvensional terkait dengan gambar sampul dan teks yang menyertainya, yang merusak makna dominan gambar. Artikel ini berusaha berkontribusi
untuk teorisasi dalam penjangkaran ironis sebagai modus enkodifikasi konteks yang lebih luas dari mitos
praktek representasional. Penulis mengemukakan bahwa sebagai
sampul yang
diterbitkan Vrye Weekblad di bawah situasi tidak menentu sama seperti yang dialami saat ini dengan Afrika Kongres Nasional (ANC) yang
menjulang perlindungan dari
Bill Informasi dan Pengadilan Banding
Media, orang mungkin melihat kesamaan
subversi melalui penjangkaran ironis di media kontemporer
Afrika Selatan.
PERMASALAHAN
Permasalahan yang diangkat dalam artikel
ini berawal dari penerapan kebijakan politik apartheid pasca peperangan yang
mempersatukan wilayah Afrika Selatan dalam satu Uni Afrika Selatan. Adalah
presiden Hendrik
Verwoed yang berhasil membuat kebijakan tersebut untuk memisahkan mayoritas
orang kulit putih dan mayoritas kulit hitam yang justru menimbulkan
diskriminasi antara keduanya. Meski sebelum politik Apartheid belum diterapkan
secara resmi, gejala-gejala
pemisahan ras sudah muncul, di antarannya :
1. Native Land Act (Undang-undang Pertanahan Pribumi) tahun 1913 yang
melarang kulit hitam membeli tanah di luar daerah yang sudah disediakan bagi
mereka.
2. Undang-undang Imoraitas tahun
1927 yang melarang terjadinya perkawinan campuran antara kulit putih dengan
kulit hitam atau kulit berwarna lainnya.
Kebijakan ini semakin kuat pasca
pemerintahan presiden Verwoed yang digantikan oleh Pieter Botha pada tahun
1976. Botha memperlebar diskriminasi antara kedua ras tersebut dengan mengumumkan
sistem homeland-homeland yang
dibentuk dengan maksud menjadi negara bagian yang otonom. Agenda tersembunyi
dari kebijakan tersebut untuk mengadakan pemisah pembangunan daerah-daerah
pemukiman yang menyebabkan terjadinya perpecahan persatuan dan kesatuan Afrika
Selatan, sekaligus untuk mengamankan pemerintahan minoritas bangsa kulit putih
di daerah itu.
Selain itu, kebijakan ini juga turut
mempengaruhi media massa untuk menjaga dan melestarikan ideologi dan politik
apartheid pemerintah partai nasional di Afrika Selatan. Afrikaans setia
membantu partai nasional untuk memerintah
dengan cara memilih
itu, terlepas
dari opini dunia (ibid: 405). Di tengah menjamurnya media
mainstream yang setia kepada dominasi
ideologi dan politik apartheid selama
era 1948-1994 di Afrika Selatan,
muncul surat kabar ekstrim yang menentang pemerintahan Afrika Selatan.
Terkait hal tersebut, artikel ini meneliti kehadiran outlier (asing) terkait fenomena surat kabar yang pro-pemerintahan. Surat
kabar tersebut terbit mingguan dan diberi nama Vrye Weekblad. Vrye Weekblad didirikan selama masa represi media dan
interfensi yang serius di Afrika Selatan (Claassen 2000:
404).
Menurut Claassen: "Untuk
pertama kalinya suara pembangkang Afrikaans
mulai muncul dalam pers Afrikaans”. Dimana, empat sampul depan Vrye Weekblad, menggambarkan kecenderungan
subversif dan anti apartheid yang secara terbuka menentang
negara, agama, nasionalisme
Afrikaner, simbol patriotisme dan konsep
kemurnian ras dan
keunggulan etnis putih
Afrikaner.
Tomaselli dan Louw (1991: 6) percaya
Vrye
Weekblad telah menjadi bagian dari pers demokrasi sosial saat itu, yang mana karakteristiknya
:
sangat berbeda dari pers mainstream, terutama dalam hal konten, untuk mencari kemerdekaan dari kontrol kapitalis
media, tetap indenpenden
dari organisasi politik tertentu,
tetapi secara umum cenderung mendukung demokrasi, dan memiliki fokus yang kuat pada
praktek jurnalistik obyektif, seperti
adanya cross check fakta, benar-benar meneliti dan menerbitkan artikel disertai
pendapat yang cenderung oposisi (Tomaselli & Louw 1991:
12).
Teori postkolonial dari Patrick Childs dan Patrick
Williams (1997: 7)
yang menyatakan, bahwa ketahanan terhadap kekuasaan kolonial menampilkan ketegangan tertentu.
Titik ini sebagai permulaan dalam menyelidiki
artikel Vrye Weekblad
yang memiliki sentimen subversif terhadap
aparteid
pemenrintah Partai Nasional, melalui
alternatif
hegemoni naturalisasi anti-nasionalis Afrikaner, anti-partai
nasional dan anti-apartheid pada konten sampul depan
Vrye Weekblad. Singkatnya,
Vrye Weekblad tumbuh dari kekecewaan yang besar
dari publik
dan media, dengan pemerintah
partai nasional pada 1980-an. Selain itu, ada kekhawatiran di sisi pendiri
Vrye
Weekblad tentang tingkat akurasi dari informasi yang diberikan Afrikaner
kepada masyarakat Afrikaans.
Para pendiri juga
percaya bahwa praktek pers
Afrikaans merupakan stereotip putih
Afrikaner sebagai pengikut
mindless ideologi partai nasional.
Atas
dasar tersebut, artikel ini mengajukan permasalahan bagaimana sentimen subversif dan
kecenderungan merusak ideologi dominan pada masa itu yang digambarkan melalui
konten dalam empat sampul depan Vrye Weekblad, serta jenis ideologi apa yang merusak
dan yang terakhir bagaimana mekanisme subversi-subversi
yang ditampilkan secara semiotik. Dimana melalui
studi
ini peneliti
berusaha mengungkapkan bagaimana visual yang dapat digunakan sebagai alat untuk oposisi.
TUJUAN
PENELITIAN
Secara garis besar, tujuan artikel ini adalah
untuk mendeskripsikan
munculnya Vrye Weekblad sebagai hasil dari kekecewaan intervensi pemerintah
yang menetapkan kebijakan pemicu diskriminasi dan menciptakan terancamnya
persatuan dan kesatuan di Afrika Selatan. Artikel ini membuat
penyelidikan terhadap
empat sampul subversif Vrye Weekblad
untuk mengetahui jenis ideologi yang mampu merusak ideologi
dominan anti apartheid, partai nasional pemerintah
dan untuk mengungkapkan mekanisme subversi-subversi
yang tersirat di dalam konten sampul depan Vrye Weekblad melalui semiotik.
Penelitian ini disajikan untuk berkontribusi pada
wacana postkolonial, karena memberikan kasus yang menarik dalam sejarah postkolonial di mana kolonisasi kelompok dominan
(ras kulit hitam) berbicara untuk menentang penjajahan sendiri
dari kelompok lain. Wacana postkolonial berosilasi,
terutama
antara topik
berikut: penindasan, eksploitasi dan penyalahgunaan kelompok
yang tertindas
oleh kekuatan kolonial, dan
reaksi kelompok tertindas terhadap kekuatan yang mendominasi, apakah dalam bentuk ketundukan, apropriasi atau
kontestasi.
Selain itu, penelitian ini bertujuan
untuk membantu teorisasi dari pembangkang, alternatif suara Afrikaans selama era apartheid. Teorisasi
alternatif pers Afrikaans di
bawah tekanan apartheid adalah penting,
dimana sebagai surat kabar (umumnya) Afrikaans telah diyakini berfungsi sebagai corong ideologi apartheid partai nasional, dan karena literatur
tentang publikasi alternatif
Afrikaans selama era
ini langka. Isu pers di bawah tekanan
apartheid telah mengambil banyak perhatian peneliti, terutama Richard Pollak (1981), William
A. Hachten dan
C. Anthony Giffard
(1984) dan James Sanders
(2000). Beberapa dari perhatian
ilmiah ini secara khusus diarahkan pada alternatif atau resistensi pers di
bawah tekanan apartheid, seperti Keyan
Tomaselli dan P.
Eric Louw (1991),
Harvey Tyson (1993),
Gordon Jackson (1993),
Les Switzer (1997),
Les Switzer dan
Mohamed
Adhikari (2000), dan
Nicholas Evans dan Monica Seeber (2000).
Semua yang disebutkan di atas, kecuali Switzer (1997),
adalah
seputar diskusi
mengenai pers
alternatif di bawah tekanan
apartheid termasuk
referensi kepada pers alternatif
Afrikaans.
STATE
OF THE ART
Vrye Weekblad, bukan
hanya koran Afrikaans
yang berpandangan sesuai pada masanya, dan dalam bidang tertentu kesempatan untuk
penelitian
lebih lanjut semacam ini sudah mapan.
Dalam pembuatan artikel ini, sangat minim
informasi terkait topik yang tersedia. Hal
ini juga yang menekankan penelitian ini berfokus untuk menggambarkan
suara subversif dan
penjangkaran ironis sebagai alternatif Afrikaans
dan pembangkang-pembangkangan dalam pers di
era apartheid, yang tersirat melalui budaya visual dan perspektif semiotik.
Studi ini menunjukkan bagaimana visual dapat digunakan
sebagai alat
untuk oposisi.
TINJAUAN
TEORITIS
Teori
Substantif
Teori postkolonial
dari Patrick Childs dan Patrick Williams (1997:
7) menyatakan bahwa ketahanan terhadap kekuasaan kolonial
menampilkan ketegangan tertentu.
Wacana postkolonial berosilasi terutama antara topik berikut:
penindasan, eksploitasi dan penyalahgunaan kelompok yang tertindas
oleh kekuatan kolonial, dan
reaksi kelompok tertindas terhadap kekuatan yang mendominasi, apakah dalam bentuk ketundukan, apropriasi atau
kontestasi.
Teori
Analisis Wacana
Untuk analisis semiotik visual,
teori yang digunakan adalah semiotik tradisional Barthes dan Pierce, karena memiliki potensi untuk mengungkap
mitos dan ideologi dalam
teks-teks budaya.
Pendekatan ini dapat diaplikasikan untuk studi ini,
yang berusaha
menggambarkan fungsi subversi politik
dan ideologi dalam teks-teks
visual. Penyelidikan dalam mitos sosial dan ideologi hadir
dalam teks visual karena ini
merupakan titik analisis.
Selanjutnya
konsep Roland Barthes (1972) mengenai naturalisasi mitos dan pembentukkan ideologi yang digunakan khusus dalam analisis
kritis. Dalam studi ini, ide
Barthes (1977:
38) tentang anchorage
juga diterapkan, yang
mana menggambarkan bagaimana anchors teks menyertai
gambarnya. Anchorage digunakan di media karena sifat polysemic tanda-tanda.
Dari perspektif pengkodean, tanpa teks,
linguistiknya akan
sulit untuk mendikte arti spesifik
yang dimaksud dari suatu gambar. Menurut Barthes, fungsi pesan
linguistik untuk membatasi proliferasi konotasi gambar
dan, karena itu, teks
mengarahkan
pembaca melalui yang
ditandakan dari suatu gambar
yang akhirnya sebagian
dihindari dan sebagian lagi diterima. Fungsi anchoring dalam
teks linguistik bertindak sebagai kontrol atas makna gambar
dan pemahaman pembaca.
Keberhasilan Vrye Weekblad dalam
membangun makna alternatif yang
bertentangan
dengan ideologi
dominan saat ini dijelaskan dalam hal anchorage ironis,
modus ekodifikasi dalam
mitos praktek representasional.
METODE
PENELITIAN
Dalam rangka menggambarkan keselarasan
subversi dan kecenderungan anti-aparteid pada sampul Vrye
Weekblad, penelitian kualitatif dilakukan dengan strategi penelitian analisis semiotika visual
dan
kritis terhadap empat sampul depan
Vrye Weekblad sebagai objek
penelitiannya.
Empat sampul
terpilih untuk didiskusikan pada artikel
ini karena sikap subversif keempatnya, rinciannya akan dibahas kemudian. Penelitian ini menggunakan
purposif sampel dengan standar subversif pada nilai nominalnya,
dalam rangka untuk menggambarkan subversi dan fungsinya.
Sehubungan dengan temuan yang
akan dibahas pada bagian berikutnya, kerangka konseptual yang
singkat diusulkan
untuk mengidentifikasi,
menganalisis, menafsirkan dan bahkan mungkin membangun subversi politik atau ideologi
melalui
penciptaan visual mitos
alternatif baru dalam bentuk teorisasi dari penjangkaran ironis
pada tiga dari empat kasus sampul,
yakni pada 31 Agustus 1990, 21-27 August 1992 dan 28 Agustus-3 September 1992.
TEMUAN
PENELITIAN
Menurut Don Pinnock
(1991: 148), "[j] ournalist menemukan
diri mereka terjebak di antara manajemen pergerakan
surat kabar (dan digerakan oleh Negara) yang tepat, dan kejadian
sehari-hari di sekitar mereka tertinggal. Selanjutnya, menurut
Berger (2000: 82),
"bahkan orang-orang yang melihat diri mereka sebagai wartawan mencari kebenaran yang sederhana ... condong jauh dari
mainstream. Afrika Selatan
kemudian melihat munculnya banyak
alternatif
publikasi Afrikaans, seperti
Vrye Weekblad, Die
Suid-Afrikaan,
Saamstaan, Veg, Die Afrikaner, Patriot,
Die Stem, Boerant
dan Ster, yang semua tentu tidak anti-apartheid (Claassen 2000: 406).
Dalam hal ini,
Vrye Weekblad dibangun dan dinaturalisasi oleh
sebuah
ideologi alternatif ketimbang ideologi dominan yang dimiliki oleh pemerintah partai
nasional yang menindas kelompok
ras kulit hitam, karena sebagian besar staf surat kabar itu berkulit putih dan/atau berbahasa
Afrika. Selanjutnya,
temuan penelitian akan membahas secara
mendalam tiga dari empat sampul depan Vrye Weekblad karena mencakup studi kasus yang signifikan sehubungan dengan konstruksi mitos dan
praktik ideologi, kenyataan bahwa sampul
tersebut diproduksi pada tahun 1990 dan 1992, di tengah-tengah perubahan ideologi dan transformasi besar di Afrika Selatan.
Meski demikian, akan dideskripsikan
secara singkat mengenai sampul perdana Vrye Weekblad. Sampul perdana merupakan taktik provokatif Vrye Weekblad yang dengan berani menyatakan:
‘Mandela, ‘n nuwe era’ (Mandela, sebuah era baru) (Vyre Weekblad 1988:1). Sampul depan
perdana Vrye Weekblad berupa foto dari pemimpin Partai Komunis, Joe Slovo (ibid.), meskipun
pemerintah melarang representasi aktivis pada saat itu.
Figure
1. Sampul Vrye Weekblad tertanggal 24-30 Juli 1992 adalah apropriasi dari lukisan surealis, misteri dan melankolis dari sebuah
jalan, oleh Georgio de Chirico. Vrye Weekblad aktif menulis tentang seni di Afrika Selatan, dan dalam banyak kasus menggunakan karya
seni terkenal di sampul depannya.
Perampasan karya seni ini
tidak serta
merta dimaksudkan agar
menjadi seperti itu, tetapi bisa
dibaca sebagai tingkat keselarasan dengan avant-garde, karena beberapa karya seni disesuaikan dengan
avant-garde
yang berasal dari Eropa.
Meskipun tidak
keras dan cepat, anchorage ironis dibangun di sampul ini, sebagaimana
kasus pada tiga sampul depan lain dalam studi ini, anchorage ironis meliputi
diskusi sebagaimana yang ditampilkan dalam pernyataan Vrye Weekblad pada dirinya sebagai kehadiran alternatif dalam istilah mitis. Vrye Weekblad mengambil keputusan secara
sadar, lahir dari kekecewaan dan kecurigaan, untuk menentang dan menumbangkan pemerintah partai nasional beserta ideologinya. Lukisan surealis sebagai tanda
yang diambil dan digunakan untuk penanda konsep yang
ditandakan, yaitu politik dan sosial baru terkait dengan avant-garde Eropa.
Vrye Weekblad menciptakan mitos
paper itu sendiri yang
memiliki sifat
avant-garde. Ini sejalan dengan avant garde, dalam hal membaca yang ditawarkan dalam artikel ini, memiliki dua implikasi yang mungkin untuk surat kabar: pertama, Doa Vrye Weekblad tentang avant-garde dapat meminjamkan konotasi tertentu biasanya berhubungan dengan avant-garde, seperti modernisme, kemajuan dan inovasi artistik. Kedua, paper mengacu pada avant-garde dapat menyiratkan asosiasi kecenderungan sosial dan politik tertentu dari
avant-garde, seperti mempertanyakan norma dan tradisi dan berada di garis depan dalam
perkembangan
sosial. Pada tingkat ideologis, penggunaan Vrye Weekblad tentang lukisan
avant-garde berpotensi sejalan dengan kecenderungan
dari gerakan subversif politik dan sosial. Pembenahan avant-gardism Vrye Weekblad
ini
yang menegaskan progresif paper
sebagai identitas.
Selain itu, referensi sampul periode ini juga bisa dipandang agak subversif. Penyakit mental dan mencari bantuan psikologis adalah subyek tabu dalam lingkaran
konservatif Afrikaner. Vrye Weekblad memiliki keberanian untuk menampilkan topik sebagai judul utamanya. Ada
satu yang bisa menyimpulkan denaturalising (mengungkapkan
dasar fenomena sosial kode yang diambil untuk diberikan sebagai 'alami') dari keyakinan dominan budaya Afrikaner. Sampul ini juga menunjukkan beberapa taktik subversif lainnya.
Judul: 'JANI ALLAN’: caught between a rock
and hard on (terjebak antara batu dan tempat keras). Ini
pun sangat efektif dimana urusan ini
kemudian diduga terjadi
antara mantan model dan kolumnis mingguan
Times, Jani Allan, dan Eugène Terre'Blanche, pemimpin Afrikaner Weerstandsbeweging [Gerakan Perlawanan
Afrikaaner]. Headline
lain, seperti:. ‘UMLAZI: goalposts
of natal’s killing fields’ (tiang gawang natal yang membunuh) dan ‘FW: die vlieg in succola se
salf’ [FW: terbang dalam salep succola] menunjukkan bagaimana Vrye Weekblad
menampilkan ketidakpedulian terhadap konvensi ejaan, terutama dalam hal kapitalisasi, baik sebagai 'natal'
dan 'succola' di sini dalam huruf kecil. Hal ini dapat dilihat sebagai sebuah ilustrasi tentang bagaimana pertanyaan
normatif Vrye Weekblad dalam nilai
bahasa. Makalah ini juga ditetapkan kurang formal dan versi yang lebih sehari-hari dari bahasa Afrikaans (Claassen 2000: 423), headline
ini adalah contoh resolusi. Judul 'FW: die
vlieg in succola se
salf’ juga merupakan subversif
halus yang licik dengan
mengibaratkan presiden
negara FW de Klerk sebagai seekor lalat. Sampul mempertanyakan
nilai normatif dalam bentuk konvensi bahasa dan menghormati para pemimpin politik dinaturalisasi dalam kampanye anti-apartheid. Subversi Vrye Weekblad tentang kode normatif
linguistik dapat diinterpretasikan, dalam konteks semiotika, sebagai gejala dari pertanyaan yang lebih besar dengan
menerima nilai-nilai normatif dalam masyarakat apartheid yang
diatur partai nasional.
Selanjutnya akan dibahas tiga sampul depan Vrye Weekblad yang dianalisis dari perspektif semiotika dan kritis.
Tiga Sampul Depan Vyre Weekblad
Tiga sampul depan Vrye Weekblad
dipilih karena
mencakup studi kasus yang signifikan sehubungan dengan konstruksi mitos dan
praktik ideologi, kenyataan bahwa sampul
tersebut diproduksi pada tahun 1990 dan 1992, di tengah-tengah perubahan ideologi dan transformasi besar di Afrika Selatan.
Siapakah Jesus
Itu???
Figure 2.
Di sampul depan Weekblad Vrye 31 Agustus 1990, Katolik Roma
bergaya figur Yesus muncul dikelilingi oleh berbagai berita utama.
Representasi spesifik di sini disebut sebagai gaya
Katolik Afrikaans yang
direformasi gereja-gereja di Afrika
Selatan ditaati untuk
doktrinal Potestan dan keyakinan teologis bahwa figur Kristus tidak dapat
diwakili dalam bentuk apapun
(dari Keluaran 20 dalam Alkitab). Ini semacam representasi visual dari figur
Kristus
yang merupakan kejadian inheren Katolik dalam konteks ini. Di antara
headline yang menyertai figur
Yesus, yang paling mencolok sebagai potensi subversif adalah: ‘Jesus
– Messias, profeet of humanis?’ [Jesus – Messiah, prophet or
humanist?]. '[Yesus
- Mesias, nabi atau humanis?].
Pada sampul
bagian depan Vrye Weekblad
ditemukan ada ketegangan
dalam arti konotatif antara gambar dan penjangkaran teks, yang menghasilkan sebuah ironis dan
perampasan subversif baik gambar
dan teks. Pada bagian sampul ada ketegangan
tertentu sebagai seorang Katolik tradisional representasi
Yesus adalah anchored oleh sebuah pertanyaan yang menantang statusnya dalam sejarah dan
masyarakat. Dari sudut pandang
agama tradisional, Yesus diyakini sebagai Mesias, dan headline ini yang mempertanyakan statusnya dan merujuknya sebagai seorang
nabi atau humanis yang
mungkin
menyinggung
(terutama) golongan ortodoks, pembaca sampul ini.
Menambahkan pelanggaran lainnya,
yakni kenyataan bahwa figur
Kristus
diwakili. Sekedar representasi
sosok Kristus serta pertanyaan simultan mengenai statusnya, sehingga menantang
Protestan dan Afrikaner
setelah reformasi teologi. Vrye Weekblad membuat subversif tegas, untuk mengambil langkah menyerang kepercayaan
Kristen dalam konteks publikasi pada sampul ini, bisa dibilang, untuk menyerang nasionalisme Afrikaner.
Stella Viljoen
dan Louise Viljoen (2005:100) menjelaskan bagaimana penggabungan antara agama
dan nasionalisme terjadi dalam kasus nasionalisme Afrikaner.
Dalam ideologi nasionalisme Afrikaner, terutama selama
masa ini, melayani
Allah (Tuhan) dikonsepkan oleh
gereja-gereja Afrikaner yang
direformasi, yakni identik dengan
melayani volk (bangsa) Afrikaner.
Karena Vrye Weekblad disini mempertanyakan reformasi kepercayaan Kristen tradisional yang juga merusak
keyakinan Kristen dengan ideologi nasionalisme Afrikaner yang didukung oleh
pemerintah partai
nasional, sehingga menghancurkan keyakinan Kristen dengan memproklamirkan
diri sebagai otoritas agama (bdk. Giliomee
2003: 461-464).
Penggunaan sampul sosok Yesus, akhirnya mempertanyakan
dasar-dasar moral Kristen yang diadakan pemerintah partai nasional. Tanda dalam
gaya Katolik Roma dalam figur Yesus menjadi penanda untuk mitos
keyakinan hegemoni yang dominan dari agama tradisional untuk tujuan mitos baru melalui pemaparan
ketidakadilan politik. Makna mitos dominan
dirusak dan digerogoti
oleh teks penjangkaran
ironis: ‘Jesus
– Messias, profeet of humanis?’, sehingga membangun mitos
alternatif baru
bahwa hegemoni agama tradisional
tidak bisa dipercaya dan harus
dipertanyakan. Mitos baru ini berfungsi untuk ideologi alternatif dalam
konteks agenda anti-apartheid Vrye Weekblad. Sehingga sampul ini berfungsi untuk membuat pesan alternatif yang dibangun dari mempertanyakan keyakinan Kristen dan partai
nasional melalui potensi naturalisasi mitos,
sebagai pendapat
Barthes (1972: 140).
Exposed: Simbol Kekuasaan Putih
Pada sampul tertanggal 21-27 Agustus
1992, bendera petani Afrika Selatan, terkenal dengan tiga warna (as die driekleur), adalah anchored oleh headline : pertanyaan headline
dengan derajat Afrikaner berupa
simbol-simbol
patriotik yang sebenarnya
merupakan tanda-tanda kekuasaan kulit putih. Dalam artikel ini mendukung headline lagu
lama Afrika
Selatan, Die Stem (Suara), dan lagu nasionalisme Afrikaner
lainnya yang
juga di bawah pengawasan (Vrye Weekblad 1992b: 9-10).
Ada ketegangan antara judul provokatif, 'simbole van patriotisme, of van wit mag?’ (Simbol patriotisme, atau kekuasaan kulit putih?) dan gambaran dari bekas
bendera Afrika Selatan, yang pernah diterbitkan media mainstream. Pada sampul ini ditemukan banyak subversif terbuka yang dominan
dari ideologi partai nasional Afrikaner. Sampul secara langsung menyatakan bahwa simbol
patriotisme Afrikaner sebenarnya simbol kekuasaan
putih dan dominasi. Melalui taktik ini, Vrye
Weekblad secara terbuka mengekspos kerja-kerja
hegemonik
pada ideologi dan tindakan itu adalah tindakan menentang. Triwarna tersebut dianggap
sebagai simbol terpisahkan
yang
mewakili
orang Afrikaner. Ikon bendera diadopsi pada 1928, beberapa
waktu setelah itu sebelum terpisah
baik koloni Natal, the Cape, Transvaal and the
Orange Free State datang bersama-sama pada tahun 1910 untuk membentuk Uni Afrika Selatan di bawah kekuasaan Inggris. Suatu peristiwa yang disahkan oleh otoritas orang kulit putih
untuk Afrika selatan. Dengan mewakili bendera old Transvaal dan Orange Free State, referensi dari tiga warna Afrikaner yang paling menonjol dengan naratif besar.
Vrye
Weekblad mampu menginterpretasikan bahwa tanda (gambar bendera lama Afrika
Selatan) merupakan tindakan sebagai roda yang ditandakan patriotisme dan
nasionalisme dalam konsep mitos dominan. Tanda ini dirampas dari makna aslinya
yang dominan dan membuat sebuah penanda pada tingkat mistos yang baru. Mitos dominan disini terbuka dan
digerogoti oleh teks penjangkaran ironis dan 'simbole van patriotisme, of van wit mag?'
(Simbol patriotisme, atau kekuasaan kulit putih?), sehingga alternatif mitos yang dihasilkan, yakni patriotisme
dan nasionalisme merupakan
hegemonik Afrikaner yang dianggap sebagai rasis. Naturalisasi Vrye Weekblad dalam hal ini
menciptakan ideologi alternatif kritis terhadap
nasionalisme Afrikaner, dan dari sana juga dapat disimpulkan
ideologi partai nasional.
Seperti halnya sampul pada 24-30 Juli 1992, dengan lukisan De
Chirico, Vrye Weekblad
juga
mengabaikan konvensi bahasa
normatif dengan tidak mengikuti konvensi kapitalisasi.
Satu judul, 'nou vir vroue-dominees' [now for female ministers] [sekarang
untuk menteri perempuan],
yang mengacu pada masalah yang agak sensitif dalam pembentukan agama Afrikaner, yaitu penahbisan pendeta perempuan, yang sampai hari ini tetap menjadi isu yang
sangat kontroversial dalam lanskap keagamaan Afrika Selatan. Sekali lagi, Vrye Weekblad mempertanyakan status quo atau ideologi dengan merubah makna simbolis tradisional dari bendera lama Afrika Selatan sebagai ikon nasionalisme Afrikaner
dan rezim apartheid.
Sekaligus berpartisipasi
dalam perdebatan
yang
masih kontroversial tentang apakah wanita
diperbolehkan untuk melayani sebagai menteri dalam gereja.
Hitam Adalah Hitam
Dan Putih Adalah Putih ... Benarkah?
Figur 4.
Sampul Weekblad Vrye
pada 28 Agustus - 3 September 1992 dibaca sebagai subversif
terbuka
atas komponen ras dan etnis ideologi
apartheid partai nasional. Gambar sampul
mengandung mitos kolonial
dominan dimana interaksi tampaknya harmonis antara pemukim putih dan
hitam (disebut) 'pribumi'.
Gambar di sampul ini,
disertai judul
: ‘wit
velle in afrika : setlaars of wit afrikane?’ [white skins in Africa: settlers or white Africans?] [Kulit
putih di Afrika: pemukim atau Afrika putih?]. Judul ini
menyiratkan
pertanyaan
tentang etnisitas
dan kemurnian ras dari orang kulit putih di
Afrika.
Mengacu pada orang kulit putih di Afrika sebagai 'afrikane wit' (Afrika putih) asosiasi langsung
Vrye Weekblad
dengan semua Afrika
lainnya (baca kulit hitam Afrika) bukan
asosiasi yang dominan (Hall 1980) dengan keturunan
putih Eropa. Salah satu artikel yang
mewakili headline
dalam surat kabar yakni
pertanyaan apakah dalam menghadapi perkawinan
ras yang begitu banyak di Afrika Selatan, menjadi
gagasan tentang ras kulit putih murni
yang benar-benar masih asli
dan layak
(Vrye Weekblad 1992c: 10).
Melalui sampul ini Vrye Weekblad berusaha
untuk menunjukkan dan menumbangkan beberapa posisi utama apartheid dan ideologi kolonial berdasarkan: ide kemurnian ras, karena itu
menjadi supremasi orang kulit putih
yang diterjemahkan sebagai keunggulan atas orang kulit hitam (cf. Giliomee 2003).
Sekali lagi, penerbitan subversi rasis
dan ideologi ini berkontribusi terhadap naturalisasi sikap
kritis.
Oleh karena itu,
Vrye Weekblad
menciptakan mitos di sampul ini. Gambar dari lanskap, dengan orang-orang hitam
dan putih berinteraksi secara harmonis, bertindak sebagai penanda untuk
kebajikan kolonialisme. Gambar mewujudkan mitos dominan kolonialisme, diambil
dan penjangkaran ironisnya
berlabuh dengan judul: ‘wit
velle in afrika : setlaars of wit afrikane?’ [white skins in Africa: settlers or white Africans?] [Kulit
putih di Afrika: pemukim atau Afrika putih?]. Mitos
alternatif yang dibangun: orang
kulit putih di Afrika tidak bisa lagi dilihat sebagai superior terhadap rekan-rekan mereka hitam. Ideologi alternatif Vrye Weekblad
ini mempertanyakan keyakinan budaya
rasis dan ideologi apartheid partai nasional dalam
kemurnian etnis putih dan superioritas.
Vrye Weekblad terlibat
dalam wacana representasi alternatif atau wacana dari 'etnis
baru' yang
disebut Hall
(1996: 441) sebagai konsep
koin. Menurut
Hall (ibid: 446), "[t] politik
representasi
baru juga menetapkan gerak sebuah kontestasi ideologi
istilah, "Etnis" ... seperti konsepsi baru
etnis ... dengan menekan perbedaan.
Naturalisasi Vrye Weekblad atas konsep komunitas dengan membayangkan heterogen baru.
Benediktus Anderson (1983: 6)
mengungkapkan istiah itu terdiri dari orang-orang berbagai etnis dan
campuran. Implikasi komunitas imajiner baru
mengarah pada multi budaya
yang
nantinya akan menjadi pusat
baru
Selatan Afrika
(dalam hal ini melihat Distiller [2008]).
Gambar sampul Vrye Weekblad dibuat dengan penjangkaran teks ironis dan subversif
terhadap pemerintah partai
nasional dan
konsep dari nasionalisme
Afrikaner, seperti agama, etnis
dan kemurnian
ras, serta
simbol-simbol patriotik volk
(bangsa) Afrikaner. Hal ini mengakui
bahwa Vrye Weekblad berfungsi untuk membangun alternatif dan
menyebarkan sebuah ideologi baru
sebagai sikap kritis terhadap norma-norma yang diterima
dalam bentuk apapun, terutama dari partai nasional
yang berkuasa.
Ironic Anchorage Sebagai Mode Of Encodification: Image Versus Teks
Vrye Weekblad merupakan
bentuk naturalisasi anti apartheid
dan anti partai
nasional, melalui
penciptaan mitos sendiri yang
tersirat pada sampul 31
Agustus 1990 (Figur 2). Vrye Weekblad
menantang keyakinan agama tradisional,
yang berhubungan erat dengan nasionalisme Afrikaner, dan
yang digunakan partai
nasional dalam ideologi apartheid.
Pada sampul 21-27 Agustus 1992 (Figur 3), Vrye Weekblad dengan
terbuka menantang simbol
patriotisme Afrikaner sebagai simbol dominasi warna putih.
Selanjutnya ketergantungan ideologi
apartheid pada konsep
kemurnian
ras dan keunggulan kulit putih ditantang pada sampul 28 Agustus-3 September 1992 (Figur 4).
Vrye Weekblad menetapkan
agenda terhadap pers mainstream
Afrikaans mainstream, yang sebagian besar bertindak sebagai penyambung lidah ideologi partai nasional. Vrye Weekblad
memfasilitasi pembentukan sebuah ideologi alternatif yang
berkorelasi dengan (1995: 8) pernyataan Hall bahwa 'lingkup utama
dari
operasi media produksi dan transformasi
ideologi'. Vrye Weekblad
bekerja menuju subversi ideologi apartheid partai
nasional dan produksi ideologi
alternatif, karena
berani mencontohkan kekuatan media dalam sebuah proyek anti-kolonial.
Berfokus pada teori Barthes '(1972 dan 1977) tentang
mitos dan anchorage
telah ditemukan dalam sampul Vrye Weekblad.
Dicapai melalui subversi politik dengan membangun mitos
alternatif dan dengan menciptakan
ketegangan ironis antara gambar dan penjangkaran
teks yang menyertai gambar-gambar pada
tiga sampulnya. Tiga sampul tersebut, pada
31 Agustus 1990, 21-27
Agustus 1992 dan 28 Agustus - 3
September 1992,
dimana pembaca menemukan asosiasi
kuat antara gambar
dengan ideologi
dominan (the Jesus-figure, the old South
flag and a ‘utopia’ colonial scene) yang dirusak
oleh konteks berita dan
menumbangkan mitos dominan
dalam perwujudan gambar-gambar.
Kesimpulan
Kesimpulan utama dari penelitian
ini adalah, melalui analisis
semiotik, Vrye Weekblad menunjukkan kecenderungan subversif terhadap ideologi
apartheid partai
nasional melalui mitos alternatif yang dibangun dengan mekanisme encoding subversif
semiotik dari penjangkaran ironis. Anchorage
ironis dibuat dengan merubah gambar
yang mewujudkan ideologi
dominan dengan
penjangkaran teks yang ironisnya merusak
mitos dominan dan ekstensi ideologi hegemonik.
0 komentar:
Posting Komentar