Pages

Labels

Rabu, 13 Maret 2013

Perspektif dan Teori Komunikasi


THEORIES OF MASSAGE PRODUCTION

Komunikasi dipandang sebagai basis informasi, berpusat pada proses pesan dan terkonsentrasi pada teori komunikasi. Dijelaskan dalam bab 6 dan 7 bahwa teori komunikasi melihat produksi dan penerimaan pesan, berfokus pada karakteristik individu dan proses. Teori-teori dikelompokan dalam tiga jenis. Pertama melibatkan penjelasan sifat, yang fokus pada karakteristik individu yang relatif statis dan cara karakteristik ini berhubungan dengan variabel lainnya. Anda akan cenderung untuk berkomunikasi dengan cara tertentu atau menghasilkan jenis pesan tertentu. Kedua teori produksi dan penerimaan pesan bergantung pada penjelasan perilaku. Ini cenderung berfokus pada jenis perilaku, bagaimana perilaku berkembang dan bagaimana perilaku tertentu terkait dengan perilaku, perasaan, pikiran dan sifat-sifat lainnya. Pendekatan ketiga melibatkan penjelasan kognitif yang mencoba untuk menangkap mekanisme dari pikiran. Teori-teori ini berfokus pada cara informasi diperoleh dan terorganisir, bagaimana memori digunakan, bagaimana orang memutuskan harus bertindak, bagaimana pesan dirancang untuk mencapai tujuan, dan sejumlah permasalahan serupa lainnya.

SIFAT DAN PERILAKU
Perilaku ditentukan oleh kombinasi sifat dan faktor situasional. Bagaimana Anda berkomunikasi tergantung pada sifat Anda sebagai individu dan situasi di tempat Anda berada.

Tiga Contoh Sifat
Percakapan Narsisme
Anita Vangelisti, Mark Knapp dan John Daly telah mengidentifikasi sifat komunikasi bahwa: yang disebut percakapan narsisme, atau kecenderungan untuk menjadi diri sebagai mahluk yang “asyik mengobrol”. Percakapan narsisis cenderung mengembang kepentingan diri sendiri dengan perilaku seperti "one-upping" atau membual. Mereka cenderung ingin mengontrol aliran percakapan, terutama memberikan kesempatan bagi mereka untuk berbicara tentang diri sendiri. Mereka dikenal menggunakan komunikasi nonverbal, eksibisionis perilaku seperti gerakan berlebihan dan mereka cenderung tidak sensitif atau tidak responsif terhadap orang lain.

Argumentativeness
Kecenderungan terlibat dalam percakapan tentang topik kontroversial, untuk mendukung titik pandang Anda sendiri dan untuk menentang keyakinan. Dominic Infante dan rekan-rekannya, yang mengembangkan konsep ini percaya argumentativeness dapat meningkatkan pembelajaran, membantu orang melihat sudut pandang orang lain, meningkatkan kredibilitas dan membangun keterampilan komunikasi. Para penulis membedakan antara argumentativeness, yang merupakan sifat yang positif, dan agresivitas verbal dan permusuhan. Memang berdebat dapat menjadi solusi namun sebaliknya ada kecenderungan agresif.

Sosial dan Kecemasan Komunikasi
Dalam bidang komunikasi, James McCroskey dan rekan-rekannya menulis karya mengenai Ketakutan dalam berkomunikasi. Kecemasan dalam berkomunikasi bukanlah masalah melainkan patologis, di mana sebuah individu menderita ketakutan terus-menerus sehingga berujung pada ekstrim komunikasi. Dalam abnormal kecemasan berkomunikasi yang tinggi dapat menciptakan masalah pribadi yang serius, termasuk ketidaknyamanan ekstrim sehingga menghindari komunikasi ke titik produktif dan partisipasi positif dalam masyarakat. Dalam survei dan analisis literatur, Miles Patterson dan. Vicki Ritts menguraikan beberapa parameter. Umumnya, sosial dan kecemasan komunikatif memiliki aspek fisiologis seperti denyut jantung dan memerah, perilaku manifestasi seperti menghindari dan perlindungan diri, sementara untuk dimensi kognitif seperti fokus diri dan pikiran negatif.

Sifat, Temperamen dan Biologi
Selama beberapa tahun, psikolog telah menjelajahi dasar biologis perilaku manusia dan sifat-sifat telah semakin menjelaskan predisposisi genetik. Baru-baru ini, James McCroskey dan Michael Beatty melakukan projek yang didasarkan pada gagasan bahwa sifat kecenderungan temperamen berakar pada struktur neutobiological dan ini ditentukan secara genetis atau aktivitas otak.  Ini sangat penting karena fungsi otak yang ada di balik semua proses psikologis, termasuk bagaimana kita berpikir, merasa dan berperilaku. Bagaimana kita mengalami dunia, maka, sangat banyak soal apa yang terjadi dalam otak kita dan bahwa pada gilirannya sebagian besar ditentukan secara genetis.
McCroskey dan Beatty menunjukkan bahwa semua sifat dapat dikurangi menjadi hanya beberapa dimensi yang sekitar 80% nya ditentukan oleh genetika. McCroskey dan Beatty menerapkan paradigma communibiological dalam ketakutan komunikasi dan menyebut sifat ini sebagai suatu bentuk "Neurotik introvert", yang merupakan jenis temperamen. Dari perspektif biologi, sifat ternperamental disebabkan oleh aktivitas di dalam otak.
Sistem limbik otak mengontrol emosi dan perbedaan emosional berhubungan dengan perbedaan-perbedaan otak. Semakin sensitif sistem limbik Anda, maka pengalaman kecemasan Anda akan lebih besar. Rangsangan dari lingkungan diproses melalui bagian otak Anda yang dikenal sebagai sistem inhibisi perilaku (BIS). Rangsangan negatif menyebabkan gairah dari BIS, yang pada gilirannya mengaktifkan sistem limbik Anda. Ketika BIS Anda dirangsang, Anda cenderung untuk lebih memperhatikan ancaman. Jadi, orang-orang yang memiliki BIS terlalu aktif akan lebih rentan terhadap kecemasan dan ketakutan dibandingkan dengan yang kurang diaktifkan. Pendekatan biologis relatif baru dalam studi komunikasi.

Akomodasi dan Adaptasi
Teori Akomodasi  
Salah satu yang paling mempengaruhi teori perilaku dalam komunikasi adalah teori akomodasi yang dirumuskan oleh Howard Giles dan rekan-rekannya untuk menjelaskan pola perilaku. Giles dan rekan-rekannya telah mengkonfirmasi pengamatan umum bahwa komunikator tampaknya sering meniru mimik dari perilaku komunikator lainnya. Ini disebut konvergensi bersamaan. Sebaliknya, divergensi atau bergerak terpisah, terjadi ketika pembicara mulai membesar-besarkan perbedaan di antara pendengar. Akomodasi keduannya telah terbentuk hampir menggambarkan perilaku komunikasi, termasuk aksen, tingkat, kenyaringan, kosakata, tata bahasa, suara, gerak tubuh, dan lainnya.
Konvergensi juga dapat bersifat parsial atau lengkap. Meskipun akomodasi kadang-kadang dilakukan secara sadar, pembicara biasanya tidak menyadari melakukannya. Anda mungkin lebih sadar divergensi daripada konvergensi. Akomodasi dapat menyebabkan identitas sosial dan ikatan atau ketidaksetujuan dan jarak. Misalnya, konvergensi sering terjadi dalam situasi di mana Anda mencari persetujuan dari orang lain. Hal ini dapat terjadi dalam kelompok yang sudah sama dan dengan cara tertentu karena kelompok-kelompok tersebut terdiri dari individu-individu yang sama yang dapat mengkoordinasikan tindakan mereka. Daya tarik, prediktabilitas, dimengerti dan keterlibatan bersama dapat meningkatkan hasil konvergensi.

Teori Adaptasi Interaksi
Teori akomodasi meletakkan dasar-dasar untuk mengidentifikasi berbagai jenis akomodasi dan hubungannya, namun fenomena ini sebenarnya bagian dari proses yang jauh lebih kompleks dalam proses adaptasi interaksi: topik adaptasi interaksi teori Judee Burgoon dan rekan-rekannya. Para peneliti melihat bahwa komunikator memiliki semacam interaksional sinkroni, terkoordinasi dalam sebuah pola bolak-balik. Ketika Anda mulai berkomunikasi dengan orang lain, Anda memiliki gambaran kasar tentang apa yang akan terjadi. Ini adalah interaksi posisi Anda, tempat di mana Anda akan mulai.
Hal ini ditentukan oleh kombinasi faktor bahwa teori RED, yang merupakan singkatan dari kebutuhan, harapan, dan keinginan. Permintaan biologis untuk makan, atau mungkin sosial dalam afiliasi yang dibutuhkan, persahabatan, atau bahkan mengelola interaksi yang baik. Perilaku awal Anda dalam interaksi terdiri dari kombinasi perilaku verbal dan nonverbal yang mencerminkan posisi interaksi Anda, seperti faktor lingkungan dan tingkat keterampilan.
Penjelasan perilaku adaptasi interaksi didasarkan pada hipotesis harapan pelanggaran: gagasan bahwa Anda membuat penilaian tentang pelanggaran harapan, yang pada gilirannya mempengaruhi perilaku Anda selanjutnya. Teori akomodasi dan adaptasi menggambarkan salah satu cara bahwa perilaku diatur dalam interaksi.

TEORI KOGNITIF
Tradisi kognitif berkonsentrasi pada proses jiwa yang menengahi antara input dan output, antara stimulus dan respon. Teori kognitif menganggap Anda memiliki tujuan dan membuat pilihan dan teori ini berurusan dengan proses mental yang membuat tindakan Anda. Teori kognitif fokus pada konten, struktur, dan proses pikiran Anda. Isi dari sistem kognitif terdiri dari pikiran informasi, sikap, dan konsep yang Anda gunakan untuk memahami pengalaman Anda dan merencanakan tindakan Anda. Sistem struktur mencerminkan bagaimana Anda mengatur isi pikiran Anda dalam memori sebagai prosedur, atau operasi, serta Anda gunakan untuk mengelola bagaiman Anda benar-benar mengubah dan menggunakan konten Anda dalam keseharian.
Pendekatan kognitif berusaha menjelaskan mekanisme komunikator, pesan, produk, bagaimana mereka memproses informasi dalam penerimaan pesan. Bagian ini disusun menjadi tiga area yakni teori perencanaan dan tindakan, teori seleksi pesan, dan teori desain pesan.

Teori Perencanaan dan Aksi
Teori Action Assembly
Kita mulai bagian ini dengan teori kognitif umum yang menjelaskan apa yang Anda benar-benar mengawali untuk menghasilkan komunikatif. Teori ini dikembangkan oleh John Greene dalam meneliti "Cara Anda mengatur pengetahuan dan menggunakannya dalam komunikasi". Menurut teori ini, Anda memiliki pengetahuan dan prosedural pengetahuan prosedural. Anda tahu tentang apapun dan Anda tahu bagaimana melakukannya. Dalam teori ini, prosedural pengetahuan mengambil posisi di tengah. Untuk mendapatkan ide dari pengetahuan prosedural, bayangkan bahwa memori Anda penuh. Setiap elemen dipenuhi sebuah node dan semua node terhubung satu dengan lainnya, seperti situs web yang terlink di dalam internet.
Secara khusus, pengetahuan prosedural terdiri dari node terkait yang berhubungan dengan perilaku, konsekuensi dan situasi. Untuk menulis paragraf, Anda harus menggabungkan berbagai tindakan menggunakan koordinasi pengetahuan bahasa untuk menulis atau mengetik. Tindakan, kemudian, diintegrasikan ke jaringan pengetahuan. Setiap bagian dari keseluruhan pengetahuan adalah representasi dari sesuatu yang perlu dilakukan.

Perencanaan Teori
Sebuah teori terkenal dari perencanaan di bidang komunikasi diproduksi oleh Charles Berger untuk menjelaskan proses bahwa individu melalui dalam perencanaan perilaku komunikasi mereka. Studi tentang perencanaan adalah inti dari ilmu kognitif, dan psikolog memiliki pemikiran yang cukup subjek dan penelitian. Menghubungkan perencanaan kognitif dengan perilaku komunikasi, bagaimanapun, belum diterima sebagai banyak perhatian, dan Berger berharap untuk menutup gap.
Berger menulis bahwa rencana adalah representasi kognitif hirarkis diarahkan untuk tujuan tindakan. Dengan kata lain, rencana citra mental dari langkah-langkah yang akan memenuhi tujuan. Hirarkis karena tindakan-tindakan tertentu yang diperlukan untuk mengatur hal-hal lain sehingga tindakan akan bekerja. Perencanaan, kemudian adalah proses dari memikirkan rencana kegiatan. Karena komunikasi adalah sangat penting dalam mencapai tujuan. Berger mengacu pada informasi tentang topik (misalnya, pinjaman dan kerabat) sebagai pengetahuan domain yang spesifik dan informasi tentang bagaimana berkomunikasi (misalnya, membujuk orang) sebagai domain pengetahuan umum.
Teori ini memprediksi bahwa banyak yang lebih komplek yang Anda tahu (khusus dan umum). Namun ada batasan dalam komunikasi interpersonal, hal ini terutama terjadi karena efisiensi dan kesesuaian sosial dari tujuan yang sangat besar. Anda tidak dapat melakukan apapun yang Anda inginkan karena beberapa tindakan yang tidak layak secara sosial. Teori Berger menunjukkan bahwa apakah Anda melakukan penyesuaian tingkat rendah atau tinggi tergantung sebagian besar pada seberapa besar motivasi Anda untuk mencapai tujuan. Jika tujuannya adalah sangat penting, Anda akan cenderung untuk melakukan penyesuaian tingkat yang lebih tinggi, dan Anda akan melakukannya lebih cepat. Berger mengatakan bahwa kesesuaian sosial suatu rnetagoal penting. Kami biasanya bertindak dengan cara yang tepat secara sosial, tetapi ada pengecualian.

Teori Seleksi Pesan
Berfokus pada persuasi, diusulkan Steven Wilson dalam dua generasi baik pemilihan tradisi kognitif baik stategi pemilihan maupun mengejar tujuan (persuit goal). Strategi pemilihan berkaitan dengan isu dari pesan yang tersedia untuk komunikator dan proses yang terlibat dalam memilih strategi. Mengejar tujuan berkonsentrasi pada bagaimana orang secara aktif membuat atau merancang pesan berdasarkan tujuan mereka. Analisis Barbara O'Keefe digunakan untuk produksi pesan. Syaratnya pilihan strategi dan desain model pesan.

Compliance Gaining
Mendapatkan kepatuhan (Compliance Gaining) orang lain adalah salah satu yang paling umum dari tujuan komunikasi. Mendapatkan kepatuhan mencoba melibatkan untuk mendapatkan orang lain agar melakukan apa yang Anda ingin mereka lakukan, atau berhenti melakukan sesuatu yang tidak Anda sukai. Peneliti studi ini yakni Gerald Marwell dan David Schmitt.
Para peneliti mengisolasi enam belas strategi umum digunakan untuk mendapatkan kepatuhan orang lain dan tidak terlepas dari pendekatan teori pertukaran. Pendekatan pertukaran, yang sering digunakan dalam teori sosial, bertumpu pada asumsi bahwa orang-orang pada dasarnya bertindak untuk mendapatkan sesuatu dari orang lain. Model ini secara inheren berorientasi pada kekuasaan. Dengan kata lain, Anda mendapatkan kepatuhan dari orang lain jika Anda memiliki sumber daya yang cukup untuk memberikan atau menahan sesuatu yang mereka inginkan.
Lima strategi umum atau cluster taktik, yakni penghargaan (misalnya, menjanjikan), hukuman (misalnya, mengancam), keahlian (seperti dalam penggambaran pengetahuan tentang penghargaan), komitmen impersonal (seperti mencakup bandingan moral), dan Komitmen personal (seperti utang). Kekuasaan adalah akses ke sumber daya berpengaruh. Kelompok Wheeless terisolasi dalam tiga jenis umum kekuasaan. Pertama adalah kemampuan yang dirasakan untuk memanipulasi konsekuensi tindakan tertentu. Jenis kedua adalah kemampuan kekuasaan untuk menentukan posisi relasional seseorang dengan orang lain, orang kuat dapat mengidentifikasi unsur-unsur tertentu dari hubungan yang akan membawa kepatuhan. Jenis ketiga kekuasaan melibatkan kemampuan untuk mendefinisikan nilai-nilai yang dirasakan atau kewajiban atau keduanya. Satu orang memiliki kredibilitas untuk memberitahu yang lain tentang norma-norma perilaku apa yang diterima.
Wheeless membuat daftar sejumlah taktik yang berkaitan dengan tiga kelas kekuasaan. Misalnya, kemampuan untuk mempengaruhi ekspektasi orang lain dan konsekuensi dapat menyebabkan Anda untuk menggunakan taktik seperti janji, ancaman, dan peringatan. Kemampuan untuk memanipulasi hubungan dapat menyebabkan Anda untuk memilih taktik seperti mengatakan Anda seperti orang lain, menghubungkan harga diri positif atau negatif, membuat daya tarik emosional, menyanjung, dan sebagainya. Kategori ketiga mendefinisikan nilai dan kewajiban dapat menuntun Anda untuk menggunakan banding moral, utang, rasa bersalah, dan teknik serupa lainnya.

Konstruktivisme
Konstruktivisme, teori yang dikembangkan oleh Jesse Delia dan rekan-rekannya, telah memiliki dampak besar pada bidang komunikasi. Teori ini mengatakan bahwa individu menginterpretasikan dan bertindak sesuai dengan kategori konseptual dari pikiran. Realitas tidak hadir sendiri dalam bentuk mentah namun harus disaring melalui orang itu sendiri dalam cara melihat sesuatu.
Konstruktivisme didasarkan sebagian pada teori konstruksi pribadi yang dikembangkan George Kelly, yang menyatakan bahwa orang-orang yang memahami pengalaman dengan pengelompokan peristiwa menurut persamaan dan membedakan antara sesuatu hal. Perbedaan Persepsi yang tidak alami, namun ditentukan set berlawanan dalam sistem kognitif individu. Pasang berlawanan seperti dingin panas, tinggi pendek, dan hitam putih, digunakan untuk memahami peristiwa dan hal-hal yang disebut personal konstruksi.

Teori Desain Pesan
Seperti kita lihat dalam bagian sebelumnya, teori pesan seleksi membayangkan bahwa komunikator memilih strategi abstrak untuk mencapai tujuan komunikasi mereka. Sementara itu, teori desain pesan membayangkan skenario lebih kompleks di mana komunikator desain pesan sebenarnya sejalan dengan niat mereka  dalam situasi yang mereka hadapi.

Kesopanan
Teori ini dikembangkan oleh Penelope Brown dan Stephen Levinson. Teori ini menyatakan bahwa dalam kehidupan sehari-hari kita merancang pesan yang melindungi, menghadapi dan juga mencapai tujuan lain. Brown dan Levinson percaya kesopanan yang diperoleh itu adalah karena budaya nilai yang universal. Budaya yang berbeda memiliki berbagai tingkat kesopanan dan cara yang berbeda, tapi semua orang memiliki kebutuhan untuk dihargai dan dilindungi. Positive face adalah keinginan untuk dihargai dan disetujui, untuk disukai dan dihormati, dan kesopanan positif ini dirancang untuk memenuhi keinginan tersebut. Contohnya yakni menampilkan keprihatinan, memuji, dan menggunakan bentuk menghormati. Negative face adalah keinginan untuk bebas dari pemaksaan atau gangguan, dan negatif kesopanan dirancang untuk melindungi orang lain ketika kebutuhan negative face terancam.
Jika FTA dimungkinkan, ada lima pendekatan yang bisa kita gunakan. Kita bisa (1) memberikan FTA untuk berterus terang, tanpa tindakan sopan, (2) memberikan FTA bersama dengan beberapa bentuk kesantunan positif, (3) memberikan FTA bersama dengan beberapa bentuk kesantunan negatif, (4) memberikan FTA tidak langsung, off record, atau (5) tidak memberikan FTA sama sekali.

Logika Desain Pesan
Barbara O'Keefe mulai karirnya sebagai seorang konstruktivis, tetapi telah memperluas orientasi teoritis untuk memasukkan model desain pesan. Tesisnya adalah bahwa orang berpikir berbeda tentang komunikasi dan pesan, dan mereka menggunakan logika yang berbeda dalam menentukan apa untuk mengatakan kepada orang lain dalam suatu situasi tertentu. Dia menggunakan logika desain pesan panjang untuk menggambarkan proses berpikir di balik pesan. O'Keefe menguraikan tiga logika desain pesan, yakni logika ekspresif yang melihat komunikasi sebagai cara ekspresi diri untuk mengkomunikasikan perasaan dan pikiran. Pesan yang terbuka dan bersifat reaktif, dengan sedikit perhatian diberikan kepada kebutuhan atau keinginan orang lain. Logika konvensional memandang komunikasi sebagai permainan untuk dimainkan oleh peran. Disini komunikasi adalah sarana ekspresi diri yang berlangsung sesuai dengan aturan dan norma diterima termasuk hak dan tanggung jawab dari setiap orang yang terlibat. Logika ini bertujuan untuk merancang pesan yang sopan, tepat, dan berdasarkan aturan yang setiap orang seharusnya tahu.
Logika retoris pandangan komunikasi sebagai cara mengubah aturan melalui negosiasi. Pesan dirancang dengan logika cenderung fleksibel, wawasan, dan orang terpusat. Logika retoris cenderung untuk membingkai ulang situasi sehingga variasi tujuan termasuk persuasi dan kesopanan diintegrasikan ke dalam keseluruhan dengan baik.

Referensi :
Littlejohn, Stephen W. 2002. “Theories of Human Communication, 7th Ed.” . Wadsworth.

Selasa, 12 Maret 2013

Perspektif dan Teori Komunikasi Massa


A RETROSPECTIVE AND PROSPECTIVE LOOK AT MEDIA EFFECTS

Akar Kepedulian Efek Komunikasi
Hal ini telah menyarankan pertimbangan efek komunikasi kembali ke masa Yunani kuno, yakni masa di mana Socrates dikritik karena merusak pemuda Athena dengan kreatif meningkatkan potensi persuasif dalam cara berbicara. Seperti klaim mengenai efek komunikasi yang digabungkan dengan kecemasan Plato bahwa pengaruh dari kata-kata tertulis akan melampaui dan menekan kekuatan kata yang diucapkan, kasus ini sebagai kepedulian efek media dengan potensi yang membahayakan melalui penelusuran pada awal abad ke 15 SM (Perloff, 2002).
Kemunculnya pencetakan (di Cina sekitar 220 M), jenis bergerak (di Cina sekitar 1040 M), jenis logam bergerak (di Korea sekitar 1230 M), dan akhirnya mesin cetak (di Jerman sekitar 1.450 M), dengan prasyarat teknologi sebagai pembentukan awal dari keberadaan media massa. Ketika penyebaran keaksaraan dimulai sungguh-sungguh pada abad ke-19, revolusi teknologi dalam penerbitan bergabung dengan keaksaraan, dan menghasilkan pengembangan dari surat kabar, novel, dan bentuk lain dari media cetak yang segera dirancang dan diproduksi untuk kemudian disebarluaskan kepada rakyat setiap harinya sehingga komunikasi massa lahir.
Perkembangan ini menyebabkan revolusi dari sifat persamaan komunikasi dengan menempatkan hiburan, informasi, dan komersial konten di tangan rakyat. Selain itu juga meningkatkan kekhawatiran tentang bahaya efek media. Dimulai dengan kemunculan kutukan kritikus terhadap potensi novel yang bisa menyebabkan "kerusakan seluruh kekuatan pikiran" (Starker, 1989, hal. 8), sebagaimana "buku tahunan, brosur, dan surat kabar  keluarga [yang menampilkan] benih korupsi yang akan membawa aib dan kemalangan atas ribuan orang, jika tidak meletakkan dasar yang sensual dan semangat keegoisan yang akan mencemari bangsa pada umumnya, dan mengancam kejatuhan dalam kebebasan kelembagaannya" (" Sastra Pernicious, "1847, hal. 46).
Banyak Eropa upaya untuk menggagalkan arus bebas informasi. Misalnya, pada 1559, Paus Paulus IV mulai menyebarkan sebuah Indeks Buku Terlarang, yang termasuk buku Protestan, pornografi, buku okultisme, dan karya politik oposisi. Di sini, Martin Luther dan rekan Protestannya menentang Paus dan menemukan cara kreatif untuk menggunakan percetakan dalam menyebarkan reformasi literatur ke massa, para pemberontak yang menggunakan media tanpa otoritas sering dihukum berat oleh mereka yang berkuasa, termasuk dipenjarakan, dipenggal, atau dibakar. Akhirnya, Raja Henry VIII membentuk Pengadilan Star Chamber dan menerapkan sistem lisensi untuk mengontrol bahasa pers.
Sementara itu, sejarah AS mengungkapkan berbagai upaya untuk kebebasan pers throttle dan berbagai bentuk lembaga penyensoran. Media bertanggung jawab atas upaya pembatasan karena pers populer sering mencatat rentetan kejadian dan sensasional dengan tidak bertanggungjawab, propaganda, kekerasan, materi tidak senonoh menjadi perhatian publik dari kekuatan efek media. Namun perhatian efek media yang kuat juga untuk pengembangan dan meningkatkan keunggulan model stimulus respon dalam psikologi sosial dan ilmu pengetahuan lainnya, yang memusatkan perhatian pada dampak rangsangan yang kuat, termasuk pesan media (Perse, 2001).  Bahkan perhatian lebih intens diungkapkan karena ketidakpastian tentang dampak sosial dan psikologis generasi yang bermodel elektronik media massa, terutama pada anak-anak dan remaja.

Awal Studi Ilmiah dalam Efek Media
Penelitian ilmiah efek media dimulai saat Perang Dunia I, sebagian besar sebagai tanggapan atas keprihatinan tentang propaganda yang disebarkan oleh militer di rumah dan di luar negeri. Kritik juga menyatakan perhatian serupa tentang apa yang dianggap sangat ampuh dari periklanan dan hubungan masyarakat upaya menjadi dipekerjakan oleh perkembangan pesat perusahaan sehingga seringkali diperlakukan secara kejam dan tidak manusiawi.
Awalnya, banyak ilmuwan sosial, serta masyarakat umum, cenderung percaya bahwa media massa diproduksi dengan keseragaman efek kuat (dan negatif) dan sebagian besar penonton tak berdaya. Subversif kekuatan pesan media pada khalayak rentan digambarkan dengan menggunakan metafora penuh warna: Media massa seharusnya dipecat pesan seperti peluru berbahaya, atau pesan disuntikkan seperti obat kuat yang didorong melalui jarum suntik. Metafora ampuh tersebut memunculkan teori "peluru" atau "jarum suntik" pada efek media yang kuat. Sarjana lain dengan model "teori pengaruh media seragam"(Harris, 1994).
Beberapa teori awal media (Bruntz, 1938; Lasswell, 1927; Lippmann, 1922) berfokus pada perubahan masyarakat selama akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20. Penekanannya pada konsep perilaku massa, yang disebabkan oleh urbanisasi dan industrialisasi dari masyarakat, terutama karena tekanan sosial dan ekonomi orang-orang dari budaya lokal dan pengaturan grup keluarga serta teman sebaya, sehingga menyebabkan perasaan terisolasi dan peningkatan kerentanan.
Salah satu organisasi nirlaba, yakni IPA adalah upaya pertama di "Media Pendidikan," atau, lebih khusus untuk mencegah efek berbahaya media melalui "Inokulasi." Institusi mendapat perhatian publik karena kecemasan bahwa tanpa pendidikan kritis tentang propaganda, maka masyarakat massa menjadi tidak stabil dan tidak bisa menahan gempuran subversif pesan media massa.
Opini publik wartawan Walter Lippmann (1922) sangat penting dalam sejarah penelitian efek media. Dalam karya klasik, Lippmann bergantung pada pengalamannya dengan propaganda selama Perang Dunia I, dan dia menekankan peran di media berita mempengaruhi persepsi khalayak tentang isu-isu penting. Model efek diduga sebagai dasar konseptual untuk serangkaian investigasi empiris efek kekerasan media  yang disponsori oleh Dana Payne pada tahun 1920, tetapi sebenarnya peneliti secara rutin mempertimbangkan faktor seperti usia, kemampuan kognitif, dan pengaruh teman sebaya yang berpotensi kuat bisa mengurangi efek media. Meskipun peneliti meneliti pengaruh film pada anak-anak dan ditemukan jenis film yang menjadi alat kuat untuk pendidikan, perubahan sikap, dampak emosional, kesehatan, dan perilaku, seperti efek yang menjadi tidak seragam untuk semua anak dan remaja.

Pergeseran Model Efek
Dengan beberapa pengecualian, model efek yang kuat (atau teori pengaruh media yang seragam) tampaknya tetap menjadi paradigma dominan dari efek media hingga pertengahan 1940-an, ketika studi empiris mulai menunjukkan bahwa efek dari media massa tidak seragam atau sekuat pemikiran awalnya. Masyarakat mulai dipandang sebagai kolektif longgar dimana individu saling berhubungan sehingga tidak terasing atau terisolasi, dan aktif dalam memilih, membuang, dan bahkan menolak pesan media. Penonton ini dianggap aktif membatasi efek dari pesan media dan cukup memiliki penentuan pengaruh sendiri.
Selain itu, studi oleh Paul Lazarsfeld dan rekan mengungkapkan pentingnya peranan pemuka pendapat (opinion leader), yang membahas dan menafsirkan pesan media untuk rekan-rekan, sebuah proses yang kadang-kadang mengurangi dampak media. Carl Hovland sendiri mengkonfirmasi secara empiris bahwa media massa hanya memiliki efek terbatas pada individu. Hovland menemukan banyak film yang memiliki sedikit atau tidak berpengaruh pada sikap atau motivasi, dan bahwa faktor perbedaan individu sangat penting dalam menentukan siapa yang dibujuk dan siapa yang tidak.
Model efek terbatas diterima ketika Joseph Klapper menerbitkan Pengaruh Komunikasi Massa (1960) yang merupakan karya klasik. Mengulas ratusan studi efek media dari 1920-an sampai tahun 1950-an dan menawarkan banyak generalisasi serta kesimpulan tentang efek media massa dari. Klapper menyebut pendekatan "phenomenistic" untuk penelitian di lapangan, yang menekankan beberapa faktor efek pesan media massa pada individu tampaknya terbatas. Penonton dianggap memilih dan memanfaatkan pesan media yang diperkuat dengan adanya pendapat, kemampuan, dan keyakinan, peran media lebih kepada penopang dan pendukung daripada sebagai agen perubahan.

Pergeseran lain: Moderate-to-Powerful Effects
Dalam dekade setelah 1960-an, penelitian media massa berkembang dan komunikasi massa menjadi mapan sebagai pendekatan baru untuk mempelajari efek media yang muncul, terutama di daerah luar Amerika Serikat. Portofolio efek media diperluas untuk memasukkan studi baru yang menunjukkan moderat dari efek kuat media di bawah kondisi tertentu. Teori Marshall McLuhan Memahami Media (1964) menyatakan bahwa efek media bukan akibat yang ditimbulkan konten media, tetapi dari menggunakan bentuk media dan dikonsumsi rutin. Efek media seperti yang digambarkan mengubah pola dasar pengolahan informasi, persepsi, dan kognisi di antara seluruh populasi pengguna. Gagasan McLuhan juga meningkatkan perhatian jenis lain dari penelitian efek media.
Awal 1990, studi tentang efek media berkembang dengan cara yang relatif linier, dan muncul sebagai perspektif dominan untuk mempelajari media (Harris, 1994). Ditandai dengan kehadiran model penggunaan dan efek media (misalnya agenda setting, uses and gratifications, excitation transfer) dan diuji melalui program penelitian, yang mana mereka murnikan dan dikanonisasi. Dalam retrospeksi, mungkin telah memasuki abad keemasan dari penelitian efek media, di mana jurnal ilmiah semakin canggih dan pendekatan relatif seragam untuk teori konstruksi dari penelitian komunikasi massa.

Konseptualisasi dari Efek Media
Salah satu isu yang diangkat dalam "ferment debate" ada hubungannya dengan konseptualisasi efek media. Perse (2001) mencatat, "salah satu yang pertama dan asumsi paling penting dari studi komunikasi massa menganggap media dan konten memiliki efek signifikan dan substansial "(hal. 3).

Apa Efek Media?
Secara umum, bila ahli komunikasi berbicara tentang efek media, mereka mempertimbangkan perubahan sosial atau psikologis yang terjadi pada konsumen dalam sistem pesan media atau di lingkungan sosial mereka atau nilai-nilai budaya sebagai hasil dari dampak, pengolahan, atau bertindak atas pesan yang dimediasi. Lima kelas efek media pada individu yakni: perilaku, sikap, kognitif, emosional, dan fisiologis. Efek perilaku hasil ketika konsumen pesan media melakukan beberapa tindakan yang disajikan melalui media. Efek sikap terjadi ketika pesan media membentuk pendapat, keyakinan, dan nilai-nilai dalam diri konsumen. Efek kognitif terjadi ketika media mengubah apa yang dipikirkan dan diketahui konsumen. Efek emosional terjadi ketika media menghasilkan perasaan tertentu, seperti ketakutan, kecemasan, atau euforia. Dan efek fisiologis terjadi ketika ada perubahan dalam gairah atau reaksi fisik tubuh lainnya yang berasal dari konsumsi media. Sejumlah tipologi efek media lainnya (misalnya,segera vs jangka panjang, menguntungkan vs merugikan, disengaja vs kebetulan) juga digunakan para ahli yang menyelidiki efek media.

Menentukan Kausalitas dengan Efek Media
Hubungan sebab dan akibat menunjukkan hubungan yang diperlukan antara satu peristiwa dan peristiwa lainnya, yang mana peristiwa (efek) kedua adalah akibat langsung dari yang pertama (penyebabnya). Konsep langsung dari kausalitas adalah teori dasar ilmiah. Artinya, gagasan yang berlaku dalam ilmu pengetahuan bahwa peristiwa tertentu menyebabkan reaksi dapat diprediksi. Misalnya, Lippmann (1922) berargumen bahwa pesan media massa menciptakan gambar pada dunia yang mana membentuk gambar dalam pikiran konsumen, contoh klasik dari gagasan sebab dan efek.
Max Born (1949) memperkenalkan gagasan bahwa penyebab dan efek tidak dapat ditentukan secara pasti, hanya probalistik. Probabilistik Born memandang tiga asumsi membentuk kembali gagasan kausalitas dari akar deterministiknya: (1) terjadinya suatu entitas B (efek) dari kelas tertentu tergantung pada terjadinya suatu entitas A (penyebab) dari kelas lain; (2) penyebabnya harus terlebih dahulu, atau setidaknya simultan dengan efek, dan (3) kedekatan postulat bahwa penyebab dan efek harus dalam kontak spasial atau terhubung oleh rantai menengah dalam kontak.
Mayoritas pandangan media efek tampaknya lebih baik diwakili oleh (1996) perspektif Perry mengenai kausalitas probabilistik untuk komunikasi massa: Setiap diskusi efek media membutuhkan perhatian sebab-akibat. Sebelum menyimpulkan satu konsep merupakan penyebab lain, penelitian harus membangun tiga hal. Pertama, dianggap penyebab dan dianggap efek harus covary, atau bersama-sama. Kedua, yang dianggap penyebab harus mendahului apa yang dianggap efek. Terakhir, seorang peneliti harus menghilangkan pesaing yang masuk akal (yaitu, variabel ketiga) penjelasan untuk pengamatan covariation yang dianggap sebab dan akibat. Penafsiran ini mencerminkan kausalias probabilistik Born (1949), bukan model deterministik murni, dan tidak diragukan lagi mencerminkan dasar-dasar epistemologis dari kebanyakan penelitian efek media kontemporer.

Tren Terbaru
Tren terbaru dalam penelitian efek media juga mengandalkan gagasan epistemologis. Contoh, teori penerimaan media menekankan kendala peran sosial dan interpretasi penonton dalam teks media (atau sistem pesan), yang mulai menerima kepercayaan luas sebagai mediasi atau mengurangi faktor-faktor di efek media. Salah satu perubahan kritis lain menghasilkan ukuran efek yang lebih nyata daripada penelitian efek media yang ada sebelumnya, bergeser ke arah memeriksa dimensi efek media selain dampak perilaku. Bahkan, studi yang menilai efek kognitif, afektif, fisiologis sering mengungkapkan perubahan dalam pengetahuan, sikap, atau mempengaruhi hak mereka sendiri, bahkan jika mereka tidak selalu mengarah pada langsung dan terbuka dalam perubahan perilaku.
Beberapa model efek media efek disebut stalaktit / stalakmit atau teori tetesan. Dalam dua dekade terakhir dari abad ke-20 dan ke abad 21, banyak peneliti mulai fokus pada proses efek, termasuk prekursor efek (misalnya, eksposur selektif, perhatian, pemahaman, perolehan informasi) dan proses penerimaan proses (misalnya, disposisi, empati). Seperti teori “drip", pendekatan teori baru diperlukan (misalnya, model elaborasi model, manajemen mood) dan pendekatan pengukuran (misalnya, penelitian fisiologis, waktu reaksi), memurnikan prosedur statistik (misalnya, persamaan struktur modeling).
Prosedur baru menggabungkan bukti penelitian dalam menyelidiki topik yang sama (misalnya, metaanalisis) juga memberikan sarjana komunikasi model yang lebih akurat dan holistik dari efek media (misalnya, Preiss, Gayle, Burrell, Allen, 85 Bryant, 12007). Sebagian besar laporan secara implisit atau eksplisit mengadopsi efek media dari sedang hingga kuat dan mengambil pandangan negatif dari efek media. Pernyataan yang dihasilkan di bawah sosial dan kondisi ekologi tertentu (misalnya, pola penggunaan media, struktur keluarga, gaya mediasi), biasa dan paparan berkepanjangan untuk jenis tertentu dalam tarif media (misalnya, kekerasan, pornografi, iklan untuk makanan cepat saji) memberikan kontribusi untuk kesehatan mental atau masalah fisik (misalnya, peningkatan agresi atau permusuhan, ADHD, obesitas), terutama kalangan anak-anak dan remaja.

Masa Depan
Media massa tradisional menjadi kurang penting dalam kehidupan sehari-hari dibandingkan dengan masa lalu, dan media massa tradisional tergantikan dalam penggunaannya, nilai yang dirasakan, dan kredibilitas menjadi lebih interaktif, personal, media mobile memungkinkan pengguna terlembaga dan bahkan produksi user-generated dalam pesan.Selain itu, media baru saat ini (misalnya, yang Internet, video dan permainan komputer) tidak diragukan akan menjadi media baru. Sebagai contoh, salah satu bentuk media yang paling tradisional, yakni komunikasi nirkabel, telah diciptakan kembali. 
Dengan kekuasaan teknologi, kita bergerak ke fase baru "masyarakat jaringan" (Castells, 2000), di mana banyak dari pendidikan, informasi, sosial, dan fungsi hiburan komunikasi, khususnya yang disampaikan oleh komunikasi mobile, menciptakan "masyarakat jaringan seluler" (Castells et al., 2007). Karena revolusi komunikasi baru ini mengubah sifat dasar dari fungsi media tradisional (misalnya, pengumpulan berita, editorialisasi, pendidikan, hiburan), dan saat pasar menyesuaikan bahkan teknologi lebih baru muncul untuk melayani fungsi media baru (misalnya, jejaring sosial, komunikasi user-generated), tidak hanya model baru dan teori-teori efek media yang menjadi penting, tetapi sifat metodologi penelitian harus berubah.

Komentar
Tidak bisa dipungkiri bahwa perkembangan komunikasi tulisan ke lisan membawa dampak besar bagi kehidupan masyarakat. Melalui interaksi dengan media dan observasi terhadap orang lain, seseorang belajar tentang ekpektasi media massa dan konsekuensi dari penggunaan media yang membentuk tingkah laku masyarakat.  Karena media massa merupakan hasil dari komunikasi sehingga melahirkan potensi efek yang beragam. Hasil positif seperti belajar hal baru, diversi dan belajar hal baru.  Seseorang dengan sendirinya akan dapat membedakan mana yang baik dan buruk, serta melakukan suatu aksi untuk menghindari diri mereka dari media yang merugikan dan membosankan. Bahkan, dengan menempatkan hiburan, informasi, dan komersial konten di tangan rakyat dapat meningkatkan kekhawatiran bahaya efek komunikasi. Pembahasan dari tulisan Bryant dan Zillmann di atas sedikit banyak telah mengungkapkan kemunculan beragam kritik dari pengamat dan ahli komunikasi yang menyadari potensi efek negatif yang bisa menyebabkan "kerusakan seluruh kekuatan pikiran" (Starker, 1989, hal. 8).
Perspektif aksi sosial memandang penggunaan media sebagai tindakan sosial dan menetapkan khalayak sebagai pihak sentral dan dominan dalam proses komunikasi massa. Khalayak diasumsikan sebagai pihak yang pasif dan aktif dalam mempersepsikan pesan-pesan komunikasi, meski dalam pembahasan di atas menyebutkan ada pergeseran di mana masyarakat aktif bisa menentukan efek apa, menolak ataupun menerimanya efek dimana kesemua informasi sesuai dengan tujuan, minat dan kepentingan dalam aktifitas masyarakat.  Masyarakat  menggunakan ide dan pengalaman mereka untuk menegosiasikan makna mereka sendiri,  Bahkan beberapa dari mereka menentang makna yang ingin disampaikan media.  Oleh karenanya, khalayak dianggap sebagai penonton yang aktif, bukan pasif. Namun, tidak juga menutup kemungkinan masih ada masyarakat yang berpotensi untuk mengambil informasi dan mempersepsinya dengan kepentiangan dan tujuan mereka. Dengan kata lain, tayangan efek negatif maupun positif mampu menjadi inspirasi.
Sementara interaksi manusia dengan komputer adalah suatu konsep yang menjelaskan mengenai hubungan antara manusia dengan komputer tidak hanya dalam lingkup yang sempit namun juga dalam jangkauan yang lebih universal. Konsep ini menjelaskan mengenai proses, dialog, dan kegiatan dimana melaluinya pengguna memanfaatkan dan berinteraksi dengan komputer. Interaksi manusia dengan media dapat dikategorikan dalam konsep ini. Manusia yang tidak bisa lepas dari informasi selalu memanfaatkan teknologi komunikasi yang berbasis teknologi komputer dalam kehidupannya. Ketika interaksi tersebut terjadi, maka terjadi pula dampak-dampak yang dihasilkan oleh media dari berbagai perspektif yang ada. Interksi manusia dengan komputer ini merupakan perantara terhadap terjadinya implikasi perubahan perilaku dan sikap manusia dalam proses komunikasi.
Kekuatan efek media sebagai dampak yang dihasilkannya tidak hanya masuk ke ranah perubahan perilaku melainkan juga menggerogoti level sikap, kognitif, emosional, dan fisiologis individu. Namun, sebesar dan sekuat apapun efek media menerpa individu. Latar belakang dari setiap individu mampu menangkalnya. Semakin kritis individu tersebut semakin sulit efek media masuk dan mempengaruhi kehidupannya.
Sehingga bisa disimpulkan, kekuatan efek media hanya dapat bereaksi secara optimal terhadap individu yang latar belakangannya minim pengetahuan dan penggunaan media dengan bentuk yang bervariasi serta intensitas yang tinggi. Sebaliknya, individu yang dengan latar belakang kritis dan aktif tidak gampang dipengaruhi kekuatan efek media. Karena individu bersangkutan akan mencari kebenaran dan kesesuaian standar yang ditetapkannya, tidak hanya menerima apa yang disajikan oleh media massa.

Perbandingan di Indonesia

Tidak terkecuali di Indonesia, hingga saat ini banyak penelitian yang hasilnya menyatakan bahwa hasil komunikasi mengakibatkan perubahan perilaku individu dalam suatu masyarakat. Sebagai contoh, media televisi tadinya ingin mengangkat realitas sosial ke tengah masyarakat agar masyarakat tahu. Sebut saja acara “Patroli” di Indosiar atau “Borgol” di RCTI. Kedua program ini menyiarkan tayangan-tayangan atas realitas kriminalitas dari pelaku kriminal di tengah-tengah masyarakat. Tayangan ini merupakan hasil dari komunikasi yang secara tidak langsung memberikan “pembelajaran” modus operandi kriminal sehingga menyulut keresahan masyarakat. Awalnya, tujuan program acara yakni membuat masyarakat menjadi tahu dan sadar. Akan tetapi, karena bentuk dan cara penampilan tayangan yang berlebihan, intensitasnya yang tinggi karena tidak ada hari tanpa tayangan tersebut, sehingga mampu mengubah watak, moral individu yang menonton siaran tersebut.
Dengan media seorang bisa menjadi semakin tenar dan terkenal dan juga media dapat membuat seseorang menjadi sebaliknya. Namun, yang ditakutkan dari ekspose yang luar biasa dari media tentang pernikahan mewah di luar sana adalah adanya perasaan kecemburuan dari rakyat Indonesia yang tengah sengsara dengan kehidupannya.
Jika saja media mau mengekspose satu warga miskin yang ada di Indonesia dan membuat berita tersebut dengan program berita yang dirancang “HOT NEWS” di seluruh Indonesia. Mungkin yang terjadi adalah seluruh warga Indonesia akan berbondong-bondong membantu, berempati, dan bersimpati terhadap warga miskin tersebut.
Sementara itu, dari perkembangan komunikasi tradisional ke komunikasi kontemporer (media baru) di Indonesia, kenyataannya teknologi informasi yang ada tidak menguntungkan semua kelompok di masyarakat yang tersebar di Indonesia. Pasalnya, kelompok minoritas tertinggal jauh terbelakang dalam masa transisi ini.  Hipotesis tentang jarak pengetahuan mempredeksi bahwa usaha untuk mengurangi ketidakberuntungan kelompok yang tertinggal melalui meningkatkan akses mereka terhadap media komunikasi malah akan memperlebar jarak antara yang miskin dan yang kaya. Ini adalah efek dari perkembangan komunikasi kontemporer itu sendiri. Tidak hanya konten yang perlu diperhatikan.
Pada tataran individu, orang yang menggunakan internet akan mengalami realitas di luar apa yang dijalaninya sehari-hari. Pada titik tertentu orang-orang yang mengakses teknologi informasi dengan fasilitas komunikasi via internet misalnya, menjadi tidak peduli dengan tatanan moral, sistem nilai dan norma yang telah disepakati dalam masyarakat selama berabad-abad. Intinya tidak lagi peduli pada aturan yang ada. Belum lagi sikap individualisme yang makin meninggi makin ditunjang dengan sifat internet sebagai komunikasi interaktif yang tidak mengharuskan komunikasi pertemuan “fisik”.
Sebaliknya, di sisi lain, sejarah juga mencatat kontribusi positif internet. Masuknya lembaga pers dalam memanfaatkan internet untuk jurnalisme misalnya, telah membantu masyarakat dalam memanfaatkan teknologi ini secara maksimal. Internet mampu mewadahi teknologi cetak, radio dan televisi.
Dari sisi ilmu pengetahuan, khsususnya terkait dengan riset ilmiah, internet memberikan sumbangan yang sangat besar, terutama berkaitan dengan pengurangan personel pengambilan data, biaya untuk mengurangi perjalanan fisik, dan penghematan waktu. Di samping server-server yang menyediakan data sekunder, komunitas-komunitas dunia maya merupakan sumber penyedia responden untuk mendapatkan data primer dengan lebih cepat, mudah, dan biaya lebih murah.
Anak-anak dan remaja di bawah umur adalah golongan netter yang paling dikhawatikan menjadi korban penyalahgunaan internet. Dari masalah-masalah sederhana sampai persoalan serius yang berimplikasi pidana. Remaja pengakses internet sangat dimungkinkan secara tidak sengaja tersesat masuk ke situs-situs ”berbahaya”. Mereka mudah mendapatkan atau menemukan (sengaja maupun tidak) materi-materi yang tidak layak diakses, misalnya pornografi, kebencian, rasisme, kejahatan, ataupun hal-hal lain yang sifatnya menghasut untuk melakukan aktivitas negatif-ilegal.
Internet juga mengundang bahaya karena giat menjajakan kekerasan. Situs-situs yang bernuansa gelap, sadis dan berhubungan dengan penyimpangan seksual betebaran di dunia maya. Kekerasan yang ditampilkan bersifat simbolik sampai fisik, seperti teks dan gambar dari skala no blood (kekerasan tanpa darah) hingga ke penyiksaan menuju kematian.
Di Indonesia misalnya, saat terjadi peristiwa kerusuhan di Sampit atau rentetan tragedi DOM Aceh, terdapat situs-situs yang khusus memperlihatkan foto kepala terpenggal, usus manusia terburai, tubuh membusuk dikerubungi lalat dan foto-foto mengerikan lainnya.Situs-situs jaringan pertemanan seperti Friendster, Facebook,  dan Myspace yang notabene sebagian besar penggunanya adalah anak muda, belakangan berkembang menjadi sarana kejahatan seksual yang melibatkan anak di bawah umur. Di antara berbagai pilihan dan kemungkinan dampak yang ditimbulkan sebagaimana dipaparkan di atas, kehidupan masyarakat modern tidak bisa dipisahkan dari kehadiran internet. Disadari atau tidak, internet telah menciptakan sebuah bentuk ketergantungan bagi penggunanya.
Media baik secara langsung atau tidak telah mempengaruhi sikap dalam kehidupan sehari-hari.  Mulai dari pembentukan sikap antisosial, prososial, sampai memperbesar jarak sosial.  Perkembangan teknologi komunikasi semata-mata tidak hanya memberikan perubahan yang positif tetapi juga negatif. Kedua efek tersebut bagaikan dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan. Untuk itu, baik media dan masyarakat harus mendewasakan prinsip untuk terciptanya interaksi media-masyarakat yang seimbang dimana kekuatan efek media tidak hanya sebagai agen perubahan tapi juga penopang dan pendukung dari kemakmuran masyarakat.


Referensi :
Nabi, L. Robin & Oliver, M. Beth. (2009). Media Processes and Effects. USA: Sage Publication Ltd.
 

WARNING!!!

PLEASE DON'T DO PLAGIARISM CAUSE IT'S NO INDONESIAN!!!